Apakah prinsip-prinsip itu berlaku universal, terutama mengingat
kenyataan mengenai bisnis global yang tidak mengenal batas negara- negara
dewasa ini? Demikian pula, bagaimana caranya agar prinsip – prinsip tersebut
bisa operasional dalam kegiatan bisnis?
1. Beberapa prinsip umum
etika bisnis
Secara umum, prinsip – prinsip yang berlaku dalam kegiatan bisnis yang
baik sesungguhnya tidak bisa dilepaskan dari kehidupan kita sebagai manusia.
Demikian pula, prinsip – prinsip etika bisnis yang berlaku di indonesia akan
sangat dipengaruhi oleh sistem nilai masyarakat kita. Karena itu, tanpa
melupakan kekhasan sistem nilai dari setiap masyarakat bisnis, disini secra
umum dapat dikemukakan beberapa prinsip eika bisnis tersebut.
* Prinsip Otonomi
Otonomi adalah sikap dan kemampuan manusia untuk mengambil keputusan dan
bertindak berdasarkan kesadarannya sendiri tentang apa yang dianggapnya baik
untuk dilakukan. Orang bisnis yang otonom adalah orang yang sadar sepenuhnya
akan apa yang menjadi kewajibannya dalam dunia bisnis. Ia tahu mengenai bidang
kegiatannya, situasi yang dihadapinnya, apa yang diharapkan darinya, tuntutan
dan aturan yang berlaku bagi bidang kegiatannya, sadar dan tahu akan keputusan
dan tindakan yang akan diambilnya serta resiko dan akibat yang akan timbul baik
bagi dirinya dan perusahaannya maupun bagi pihak lain.
Otonoi juga mengandaikan adanya tanggung jawab. Ini unsur lain lagi yang
sangat penting dari prinsip otonomi. Orang otonom adalah orang yang tidak saja
sadar kewajibannya dan bebas mengambil keputusan dan tindakan berdasarkan apa
yang dianggapnya baik, melainkan juga orang yang bersedia
mempertanggungjawabkan keputusan dan tindakannya serta mampu dan bertanggung
jawab atas keputusan dan tindakannya serta dampak dari keputusan dan
tindakannya itu. Sebaliknya, hanya orang yang bebas dalam menjalankan
tindakannya bisa dituntut unuk bertanggung jawab atas tindakannya. Jadi, orang
yang otonom adalah orang yang tahu akan tindakannya, bebas dalam melakukan
tindakannya, tetapi sekaligus juga bertanggung jawab atas tindakannya. Ini unsur
– unsur yang tidak bisa dipisahkan satu dari yang lainnya.
Kesediaan bertanggung jawab ini oleh Magnis-Suseno disebut sebagai
kesediaan untuk mengambil titik pangkal moral. Artinya, dengan sikap dan
kesediaan untuk bertanggung jawab dan mempertanggungjawabkan keputusan dan
tindakan yang diambil bisa dimungkinkan proses pertimbangan moral. Bahkan,
menurut Magnis, prinsip moral yang lain baru bisa punya arti dan dilaksanakan
jika ada kesediaan untuk bertanggung jawab.
Kesediaan bertanggung jawab tidak hanya merupakan titik pangkal moral
melainkan juga adalah konsekuensi dari sikap moral. Atau, dirumuskan secara
lain, kesediaan bertanggung jawab merupakan ciri khas dari makhluk bermoral.
Orang yang bermoral adalah orang yang selalu bersedia untuk bertanggung jawab
atas tindakannya.
Secara khusus dalam dunia bisnis, tanggung jawab moral yang diharapkan
dari setiap pelaku bisnis yang otonom punya dua arah. Yang paling pokok adalah
tanggung jawab terhadap diri sendiri. Dihadapan diri sendiri setiap orang akan
telanjang tanpa ada yang ditutup – tutupi. Ia tidak bisa menipu dirinya. Karena
itu, yang paling pokok adalah apakah keputusan dan tindakan bisnis yang
dilakukan bisa dipertanggung jawabkan bagi diri sendiri, bagi suara hati
pribadi. Orang bertanggung jawab aan merasa tenang, OK dengan diri sendiri, dan
bahkan bangga dan kuat dengan keputusan dan tindakannya, kendati mungkin tidak
dipuji oleh pihak lain, tanpa harus menjadi arogan dan tidak peduli.
Yang kedua, tanggng jawab moral juga tertuju kepada semua pihak terkait
yang berkepentingan (stakeholder): konsumen, penyalur, pemasok, investor, atau
kreditor, karyawan, masyarakat luas, relasi – relasi bisnis, pemerintah, dan
seterusnya. Artinya, apakah keputusan dan tindakan bisnis yang diambil secara
sadar dan bebas tadi, dari segi kepentingan pihak – pihak terkait itu, dapat
dipertanggung jawabkan secara moral.
* Prinsip Kejujuran
Sekilas kedengarannya aneh bahwa kejujuran merupakan prinsip etika
bisnis karena mitos keliru bahwa bisnis adalah kegiatan tipu – menipu demi
meraup untung.
Kejujuran dalam berbisnis adalah kunci keberhasilan.
Pertama, kejujuran relevan dalam pemenuhan syarat – syarat perjanjian
dan kontrak. Dalam mengikat perjanjian dan kontrak tertentu, semua pihak seara
a priori saling percaya satu sama lain, bahwa masing masing pihak tulus dan jujur dalam membuat
perjanjian dan kontrak itu dan kontrak lebih dari itu serius serta tulus dan
jujur melaksanakan janjinya.
Kedua, kejujuran relevan dalam penawaran barang dan jasa dengan mutu dan
harga dan sebanding. Sebagaimana sudah dikatakan didepan, dalam bisnis modern
penuh persaingan, kepercayaan konsumen adalah hal yang paling pokok. Maka,
sekali pengusaha menipu konsumen, entah melalui iklan, entah melalui pelayanan
yang tidak etis sebagaimana di gembar – gemborkan, konsumen akan dengan mudah
lari ke produk lain.
Ketiga, kejujuran juga relevan dalam hubungan kerja intern dalam suatu
perusahaan. Omong kosong bahwa suatu perusahaan bisa bertahan kalo hubungan
kerja dalam perusahaan itu tidak dilandasi oleh kejujuran, kalo karyawan ditipu
oleh atasan dan sebaliknya atasan terus – menerus ditipu oleh karyawan. Maka,
kejujuran dalam perusahaan justru adalah inti dan kekuatan perusahaan itu.
* Prinsip Keadilan
Prinsip keadilan menuntut agara setiap orang diperlakukan secara sama
sesuai dengan aturan yang adil dan sesuai dengan kriteri yang rasional,
objektif dan dapat dipertanggungawabkan. Demikian pula, prinsi keadilan
menuntut agar setiap orang dlam kegiatan bisnis entah dalam reaksi eksternal perusahaan
maupun reaksi internal perusahaan perlu diperlakukan sesuai dengan haknya
masing-masing. Keadilan menuntut agar tidak boleh ada pihak yang dirugikan hak
dan kepentingannya.
* Prinsip Saling
Menguntungkan (Mutual Benefit Principal)
Prinsip ini menuntut agar bisnis dijalankan sedemikian rupa sehingga
menguntungkan semua pihak. Jadi, kalau prinsip keadilan menuntut agar tidak
boleh ada pihak yang dirugikan hak dan kepentingannya, prinsip saling
menguntungkan secara positif menuntut hal yang sama, yaitu agar semua pihak
berusaha untuk saling menguntungkan satu sama lain.
* Prinsip Integritas Moral
Prinsip ini terutama dihayati sebagai tuntutan internal dalam diri
pelaku bisnis atau perusahaan agar di perlu menjalankan bisnis dengan tetap
menjaga nama baiknya atau nama baik perusahaannya. Ada sebuah imperatif moral
yang beraku bagi dirinya sendiri dan perusahaannya untuk berbisnis sedemikian
rupa agar dipercaya, tetap paling unggul, tetap yang terbaik. Dengan kata lain,
prinsip ini merupakan tuntutan dan dorongan dari dalam diri pelaku dan
perusahaan untuk menjadi yang terbaik dan dibanggakan. Menurut Adam Smith
prinsip no harm (tidak merugikan hak dan kepentingan orang lain) merupakan
prini paling minim dan paling pokok yang harus ada bagi interaksi sosial
manapun, termasuk bisnis.
Yang menarik pad prinsip no harm adalah bahwa sampai tingkat tertentu
dalam prinsip ini telah terkandung semua prinsip etika bisnis lainnya. Dalam
prinsip no harm sudah dengan sendirinya terkandung prinsip kejujuran, saling
menguntungkan, otonomi (termauk kebebasan dan tanggung jawab), dan integritas
moral. Orang yang jujur dengan sendirinya tidak akan merugikan orang lain;
orang yang mau saling menguntungkan dengan pihak lain tentu tidak akan
merugikan pihak lain itu; dan demikian pula orang yang otonom dan bertanggung
jawab tidak akan mau merugikan orang lain tanpa alasan yang dapat diterima dan
masuk akal.
Pada akhirnya prinsip ini menjadi dasar dan jiwa dari semua aturan bisnis dan sebaliknya semua praktek bisnis
yang bertentangan dengan prinsip ini harus dilarang. Maka, misalnya, monopoli,
kolusi, nepotisme, manipulasi, hak istimewa, perlindungan politik, dan
seterusnya harus dilarang karena bertentangan dengan prinsip no harm.
Prinsip keadilan, khususnya no harm, merupakan rumusan lain dari The
Golden Rule (Kaidah Emas) yang klasik itu : Perlakuan orang lain sebagaimana
Anda ingin diperlakukan, dan jangan lakukan pada orang lain apa yang Anda
sendiri tidak ingin dilakukan pada Anda. Prinsip no harm, daar moralnya adalah
bahwa setiap orang adalah manusia yang sama harkat dan martabatnya. Maka, apa
yang Anda inginkan dari orang lain, itulah yang juga Anda lakukan pada orang
lain.
2. Etos Bisnis
Etos bisnis adalah suatu kebiasaan atau budaya moral yang menyangkut
kegiatan bisnis yang dianut dalam suatu perusahaan dari generasi ke generasi
yang lain. Inti etos bisnis adalah pembudayaan atau pembiasaan penghayatan akan
nilai, norma, atau prinsip moral tertentu yang dianggap sebagai inti kekuatan
dari suatu perusahaan yang sekaligus juga membedakannya dari perusahaan yang
lain. Wujudnya bisa dalam bentuk pengutamaan mutu, pelayanan, displin,
kejujuran, tanggung jawab, perlakuan yang fair tanpa diskriminasi, dan
seterusnya.
Umumnya etos bisnis ini pertama dibangun atas dasar visi atau filsafat
bisnis pendiri suatu perusahaan sebagai penghayatan pribadi orang tersebut
mengenai bisnis yang baik. Etos inilah yang menjadi jiwa yang menyatukan
sekaligus juga menyemangati seluruh karyawan untuk bersikap dan berpola
perilaku yang kurang lebih sama berdasarkan prinsip yang dianut oleh perusahaan
tersebut.
Secara lebih jelas, pada tingkat pertama adalah nilai. Nilai adalah apa
yang diyakini sebagai hal yang paling mendasar dalam hidup ini dan menyangkut
kondisi yang didambakan dan paling penting bagi seseorang atau kelompok orang
dan sekaligus paling menentukan dalam hidup orang atau kelompokorang lain.
3. Relativitas Moral dalam
Bisnis
Menurut De George, kita perlu melihatterlebih dahulu 3 pandangan yang
umum dianut. Pandangan pertama adalah bahwa norma etis berbeda antara satu
tempat dengan tempat yang lain. Artinya, dimana saja suatu perusahaan
beroperasi, ikuti norma dan aturan moral yang berlaku dalam negara tersebut.
Pandangan kedua adalah bahwa norma sendirilah yang paling benar dan tepat.
Karena itu prinsip yang harus dipegang adalah “bertindaklah dimana saja sesuai
dengan prinsip yang dianut dan berlaku dinegaramu sendiri.” Pandangan ketiga
adalah pandangan yang disebut De George immoralis naif yang mengatakan bahwa
tidak ada norma moral yang perlu diikuti sama sekali. Karena pandangan yang
ketiga sama sekali tidak benar, maka tidak kita bahas disini.
Menurut De George prinsip yang paling pokok yang berlaku universal,
khususnya dalam bisnis adalah prinsip integritas pribadi atau integritas moral.
Ada dua keunggulan prinsip integritas pribadi dibandingkan dengan
prinsip lainnya. Pertama, prinsip integritas pribadi tidak punya konotasi
negative seperti halnya pada prinsip – prinsip moral lainnya, bahkan pada kata
etika dan moralitas itu sendiri. Bagi banyak orang, kata etika, apalagi prinsip
etika, mempunyai nada moralitas dan paksaan dari luar. Kedua, bertindak
berdasarkan integritas pribadi berarti bertindak sesuai dengan norma – norma
perilaku yang diterima dan dianut diri sendiri dan juga berarti memberlakukan
pada diri sendiri norma – norma juga dianut oleh etika dan moralitas. Dengan
kata lain, prinsip integritas pribadi mengandung pengertian bahwa norma yang
dianut adalah norma yang sudah diterima menjadi milik pribadi dan tidak lagi
bersifat eksternal.
4. Pendekatan Stakeholder
Pendekatan stake-holder adalah cara mengamati dan menjelaskan secara
analitis bagaimana berbagai unsur dipengaruhi dan mempengaruhi keputusan dan
tindakan bisnis. Pendekatan ini mempunyai tujuan imperatif: bisnis dijalankan
sedemikian rupa agar hak dan kepentingan semua pihak terkait yang
berkepentingan (stakeholder) dengan suatu kegiatan bisnis dijamin,
diperhatikan, dan dihargai.
Dasar pemikirannya adalah bahwa semua pihak yang punya kepentingan dalam
suatu kegiatan bisnis terlibat di dalamnya karena ingin memperoleh keuntungan,
maka hak dan kepentingan mereka harus diperhatikan dan dijamin. Ini berarti,
pada akhirnya pendekatan stakeholder menuntut agar bisnis apapun perlu dijalankan
secara baik dan etis justru demi menjamin kepentingan semua pihak yang terkait
dalam bisnis tersebut. Yang juga menarik adalah bahwa sama dengan prinsip no
harm, pendekatan ini pun memperlihatkan secara sangat gambling bahwa pada
akhirnya pendekatan ini pun ditempuh demi kepentingan bisnis perusahaan yang
bersangkutan. Artinya, supaya bisnis dari perusahaan itu dapat berhasil dan
bertahan lama, perusahaan manapun dalam kegiatan bisnisnya dituntut, atau
menuntut dirinya, untuk menjamin dan menghargai hak dan kepentingan semua pihak
yang terkait dengan bisnisnya.
Pada umumnya ada 2 kelompok stakeholders: kelompok primer dan kelompok
sekunder. Kelompok primer terdiri dari pemilik modal atau saham, kreditor,
karyawan, pemasok, konsumen, penyalur, dan pesaing atau rekanan. Kelompok
sekunder terdiri dari pemerintah setempat, pemerintah asing, kelompok social,
media massa, kelompok pendukung, masyarakat pada umumnya, dan masyarakat
setempat. Yang paling penting diperhatikan dalam suatu kegiatan bisnis tentu
saja adalah kelompok primer karena hidup matinya, berhasil tidaknya bisnis
suatu perusahaan sangat ditentukan oleh relasi yang saling menguntungkan yang
dijalin dengan kelompok primer tersebut. Perusahaan tersebut harun menjalin
relasi bisnis yang baik dan etis dengan kelompok tersebut: jujur, bertanggung
jawab dala dalam penawaran barang
dan jasa, bersikap adil terhadap mereka, dan saling menguntungkan satu sama
lain.
Sumber:
http://tiwi10.blogspot.co.id/2015/09/prinsip-prinsip-etika-bisnis.html
Tidak ada komentar:
Posting Komentar