Kamis, 09 Januari 2014

Tugas 3 Budaya Pulang Mudik

TUGAS ILMU BUDAYA DASAR
”BUDAYA PULANG MUDIK”

disusun oleh:
Ra. Dina Azizah
Kelas: 1EA31
Npm: 17213072
Fakultas: Ekonomi
Jurusan: Manajemen


UNIVERSITAS GUNADARMA




BUDAYA PULANG MUDIK

Satu kebiasaan yang mungkin tak akan pernah hilang menjelang hari raya Idul Fitri adalah mudik. Mudik atau pulang kampung memang telah menjadi tradisi yang diwariskan dan dilestarikan sekian lama oleh masyarakat Indonesia. Meskipun tidak hanya berlaku dalam kehidupan masyarakat muslim atau menjelang hari raya Idul Fitri saja, namun tak dipungkiri jika mudik menjelang lebaran telah menjadi fenomena.
Jutaan orang bergerak pulang menuju kampung halaman. Terminal bis, stasiun kereta, pelabuhan dan bandara menjadi sangat sibuk dari biasanya. Berbagai jenis moda transportasi pun bekerja keras mengantarkan jiwa-jiwa yang merindukan kampung halaman. Lebaran 2013 ini diperkirakan 24 juta pemudik bergerak menuju  kampung halaman. Jumlah yang setara dengan 90% penduduk Malaysia.
Meski ditempatkan sebagai sesuatu yang tak ada kaitannya dengan ajaran Islam namun mudik tak pernah terhapus sebagai tradisi. Mudik merupakan kenyataan yang tak bisa dipungkiri sebagai kebiasaan masyarakat muslim di Indonesia. Mudik ditempatkan sebagai bahasa budaya sementara Idul Fitri adalah bahasa agama.
Mudik merupakan bentuk sinergi antara ajaran agama dengan budaya atau tradisi masyarakat Indonesia. Sebagai sebuah tradisi mudik telah mengakar secara kuat. Sementara dalam pandangan agama berbagai tradisi dalam mudik diyakini memiliki landasan. Dengan demikian makna mudik sebenarnya tak hanya sebagai kebiasaan pulang kampung melainkan erat kaitannya dengan berbagai sifat dan dimensi kehidupan manusia.
Secara kultural mudik memang sebuah warisan atau bahkan keharusan. Tapi secara moral dan spiritual mudik juga menjadi wujud bakti anak kepada orang tua. Kebiasaan sungkeman, meminta maaf hingga berziarah mendoakan anggota keluarga yang telah tiada menunjukkan jika mudik bukan hanya perjalanan fisik namun juga rohani. Sungkeman atau cium tangan orang tua bukan hanya bentuk kontak fisik melainkan memiliki makna secara spiritual karena orang tua dapat dianggap sebagai perantara bagi seorang anak dalam mengenal Tuhan. Pada akhirnya Ikatan batin dengan orang tua serta kewajiban mendoakan anggota keluarga seperti ini turut melestarikan melestarikan tradisi mudik.
Mudik juga mengukuhkan sifat manusia sebagai makhluk sosial. Silaturahmi yang terjalin selama mudik merupakan interaksi manis antara seorang manusia dengan sesamanya. Melalui silaturahmi kita diingatkan kembali bahwa seorang manusia tak akan bisa mempertahankan hidup dan kehidupannya tanpa bantuan dan interaksi dengan sesamanya. Pada akhirnya silaturahmi sebagai bagian dari mudik menjadi sarana yang sangat humanis dan interaktif untuk membangun toleransi karena mudik dan silaturahmi juga dijalankan dan dijalin oleh banyak masyarakat dari berbagai latar perbedaan termasuk agama.

Demi mudik keselamatan dan kenyamanan seringkali dinomorduakan.
Secara psikologi mudik mencerminkan sifat manusia yang perindu. Mereka yang mudik adalah jiwa-jiwa yang rindu sekaligus lelah. Kerasnya kehidupan di kota dengan segela rutinitas yang membuat penat membuat orang merindukan kembali kehidupan masa kecilnya yang indah dengan suasana pedesaan yan asri. Dengan demikian mudik tak hanya pulang kampung untuk merayakan lebaran namun juga menjadi sarana nostalgia sekaligus pengobat jiwa-jiwa yang lelah.
Dalam dimensi sosial mudik juga menjadi saran untuk berbagi dan tolong menolong. Bukan hanya karena kewajiban mengeluarkan zakat fitrah menjelang Idul Fitri, namun juga berbagi rezeki dalam beberapa hal lainnya. Tradisi memberikan oleh-oleh dari kota kepada kerabat dan tetangga di kampung. Kebiasaan membagikan selembar uang kertas baru kepada anak-anak. Beberapa orang bahkan kerap memberikan tumpangan kendaraan kepada tetangganya yang hendak mudik menuju daerah yang sama.
Namun tak dipungkiri juga bahwa mudik juga kerap menjadi sebuah euforia dan media unjuk eksistensi diri. Dalam niat mudik seringkali terselip keinginan yang kuat untuk mempertontonkan keberhasilan. Dalam persiapannya pun mudik sudah didahului dengan gaya hidup hedonis dan konsumtif. Hasrat dan keinginan mudik yang tinggi seringkali membuat orang memaksakan diri demi sebuah prestise. Akhirnya mudik justru menghadirkan berbagai masalah besar seperti kemacetan, kecelakaan hingga kejahatan. Mudik juga menyebabkan arus tandingan yang selalu penuh masalah yakni urbanisasi. Tak heran jika banyak pendapat yang menyimpulkan bahwa tradisi mudik di Indonesia telah melahirkan keretakan budaya dan menggeser spirit yang seharusnya dibangun dari Idul Fitri.
Mudik sebaiknya dimaknai sebagai sarana meningkatkan ikatan spiritual antara manusia kepada penciptanya dengan kembali ke fitri (kesucian). Melalui mudik manusia bisa senantiasa bersyukur karena masih dan selalu diberi kenikmatan oleh Sang Pencipta. Kenikmatan atas perjumpaan yang indah dengan Ramadan dan Idul Fitri. Kenikmatan untuk memperoleh rezeki dan kemudian bisa berbagi. Kenikmatan karena bisa hidup di tengah-tengah masyarakat yang hangat dan kehidupan tetangga yang saling menghargai. Serta kenikmatan karena memiliki kesempatan berbakti dan masih  bisa mencium tangan kedua orang tua.
Akhirnya selamat mudik, Selamat Idul Fitri dan mohon maaf lahir batin

BUDAYA MUDIK CIRI DARI MASYARAKAT TRANSISI

Di dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, kata “mudik’ diartikan sebagai: 1. (berlayar, pergi) ke udik (hulu sungai, pedalaman). 2. pulang ke kampung halaman,sedangkan dalam bahasa inggris mudik berarti (home to the village) atau biasa dikatakan pulang kampung. Adapun istilah mudik dalam ilmu social sama dengan mobilitas yaitu merupakan fenomena pergerakan manusia dari suatu daerah tujuan ke daerah asal dalam batas wilayah dan waktu tertentu. Fenomena mudik bisa terjadi dimana saja selama manusia melakukannya namun hal ini tergantung dari beberapa faktor yang menyebabkan fenomena mobilitas terjadi. Akan tetapi fenomena mobilitas ini lebih sering ditemukan di masyarakat perkotaan yang senantiasa setiap hari melakukan berbagai aktifitasnya.
Dimana fenomena mudik terjadi? Sudah barang tentu mudik biasa terjadi di kota kota besar, hal ini dikarenakan sebagian besar penduduk Indonesia melakukan migrasi dari desa ke kota. Mereka melakukan perpindahan secara temporer bahkan ada juga yang menetap. Pergerakan ini disebabkan berbagai factor diantaranya yaitu push factor (factor pendorong) dan pull factor (factor penarik). Sebagimana menurut Abdurachmat (Harmanto, 2008:42)  salah satu factor pendorong dari desa diantaranya yaitu : Menyempitnya lapangan pekerjaan di sector agraris, fasilitas pendidikan di desa kurang memadai, upah di desa rendah dll. Sedangkan factor penarik yaitu daerah tujuan atau kota sebagai tujuannya diantaranya yaitu : lapangan pekerjaan di kota beragam, fasilitas social memadai, sebagai pusat pengembangan budaya, upah dikota tinggi, kota sebagai pusat pemasaran. Factor inilah yang melatarbelakangi seseorang melakukan perpindahan (mobilitas penduduk) ke kota. Banyaknya masyarakat desa yang pergi ke kota tentunya membawa pengaruh baik bagi desa (tempat asal) maupun bagi kota (tempat tujuan) sehingga hal ini juga merupakan salah satu timbulnya mudik yang terjadi setiap tahunnya.
Kapan fenomena mudik terjadi? Mudik sebetulnya tidak hanya terjadi setiap tahun. Bisa saja seseorang melakukan mudik secara harian, mingguan, bahkan bulanan. Bagi yang melakukan mudik secara harian biasanya dilakukan oleh seseorang yang tidak jauh dari tempat tinggalnya, sebagai contoh seseorang bekerja di kota namun tempat tinggal di daerah pinggiran kota, sehingga pada waktu pagi hari dia berangkat bekerja ke tempat tujuan dan pada sore hari pulang lagi ke daerah asalnya (tempat tinggalnya) istilah lain yaitu commuter/ulak alik. Bagi sebagian orang terkadang mudik dilakukan setiap minggu, kebiasaan ini dilakukan seseorang yang bekerja di daerah kota namun tempat tinggal di daerah pinggiran. Pada umumnya alasan sesorang melakukan mobilitas sirkuler ini yaitu untuk menekan biaya transportasi pulang pergi dari tempat asal ke tujuan sehingga orang tersebut menetap sementara di tempat kerja dalam waktu beberapa hari setelah itu  pulang kampung dalam waktu mingguan. Selanjutnya adapula seseorang melakukan mudik dalam jangka bulanan, biasanya hal ini dilakukan oleh para karyawan pabrik yang berada dikawasan dekat dengan tempat ia bekerja alasannya tentunya sama halnya dengan para pekerja yang melakukan mudik mingguan yaitu menekan biaya ongkos dan memudahkan dalam melakukan pekerjaan agar lebih efektif tepat waktu. Kebiasaan ini banyak terjadi di kota-kota besar seperti Jakarta, Tangerang, Bandung, Surabaya dll. Mobilitas sirkuler ini tentunya bagi para pekerja yang dekat dengan wilayah dia tinggal Sebagai contoh orang Pandeglang bekerja di Tangerang atau orang Serang bekerja di Jakarta.  Selain itu ada pula mudik yang bersifat tahunan, bentuk mobilitas ini biasanya dilakukan seseorang sekali dalam satu tahun, hal ini merupakan kebiasaan bahkan menjadi sebuah tradisi bagi masyarakat kita. kegiatan rutinitas tahunan ini biasanya dilakukan pada saat bulan Ramadhan menjelang hari besar idoel fitri (Lebaran). Adapun seseorang yang melakukan mobilitas ini tentunya sebagian besar masyarakat desa yang tinggal di kota kota besar seperti Jakarta, Bandung, Surabaya dan yang lainnya. Bahkan tidak hanya bagi masyarakat desa akan tetapi bagi masyarakat yang sudah menetap di kota pada kesempatan ini sengaja meluangkan waktu untuk mengunjungi sanak saudara atau orang tua, hal ini tentunya bagi masyarakat kota yang masih memiliki sanak saudara yang tinggal di desa atau kota lainnya.   Oleh sebab itu dalam kajian geografi mudik merupakan migrasi temporer (mobilitas sirkuler) yang mana penduduk melakukan perpindahan dalam batasan wilayah dan waktu tertentu.  Bentuk mobilitas sirkuler ini berupa mingguan, bulanan atau setiap tahun sekali.
Kenapa mudik terjadi? Mudik terjadi bukan semata mata sebagai bentuk mobilitas sirkuler semata namun mudik sudah menjadi budaya bangsa Indonesia, mudik merupakan salah satu kebiasaan yang dilakukan masyarakat Indonesia sejak dulu. Bahkan sejak manusia purba, budaya mudik sudah ada salah satunya yaitu  dalam kebiasaan hidup berkelompok, manusia purba melakukan kegiatan berburu dan meramu yang mana seorang kepala rumah tangga pergi berburu  secara berkelompok bersama sama sedangkan para istrinya menunggu di rumah untuk  mengurusi anak dan menjaga rumah sampai suaminya datang. Kegiatan ini terkadang berhari-hari bahkan berminggu minggu, setelah itu baru mereka melakukan mudik atau pulang ke tempat asalnya dengan membawa hasil buruan untuk kebutuhan hidupnya. Bisa dikatakan berburu dan meramu,merupakan salah satu cirri dari masyarakat purba, namun ada juga kebiasaan manusia purba yang lain yaitu hidup berpindah-pindah dari satu tempat ke tempat lainnya guna mencari kebutuhan hidupnya apabila tempat yang dia tinggali sudah tidak bisa mencukupi kebutuhan hidupnya sehingga mereka melakukan ekspansi ke wilayah lain. istilah ini biasa dikatakan sebagai Nomaden. Begitupun pada masyarakat sekarang ini fenomena mudik terjadi karena adanya fenomena migrasi, artinya bahwa kenapa ada mudik jawabannya karena adanya migrasi. Mustahil adanya mudik apabila tidak ada migrasi. Oleh sebab itu jika kita perhatikan dari tahun ke tahun fenomena mudik semakin bertambah hal ini tentunya seiring dengan jumlah migrasi ke kota-kota besar. Menurut survey beberapa kota yang menjadi sasaran mirgasi penduduk diantaranya yaitu Jakarta, Bandung, Surabaya dan Medan hal ini dilihat dari jumlah pertambahan penduduk tiap tahun yang terus meningkat.
Masyarakat transisi  dan budaya mudik
Menurut Pasya dkk (2004 :206) masyarakat transisi merupakan masyarakat yang berada diantara masyarakat tradisional dengan masyarakat modern, atau masyarakat peralihan dari masyarakat tradisional ke masyarakat modern. Lebih jelasnya menyatakan bahwa Kehidupan masyarakat ini umumnya berada pada wilayah marginal atau pinggiran kota –desa, secara fisik masih berada dalam di daerah administrasi desa tetapi pengaruh kota terhadap kehidupan sudah nampak. Sejalan dalam itu Pasya (2004: 212) membagi masyarakat transisi berdasarkan letak dimana masyarakat itu berada, pembagian tersebut yaitu masyarakat transisi yang berada di pedesaan, masyarakat transisi yang berada di pinggiran kota, dan masyarakat transisi yang berada di perkotaan. dari ketiga masyarakat transisi tersebut memiliki ciri –ciri yang khas dalam perkembangannya terutama dalam pendidikan, mata pencaharian, kesehatan, lingkungan, dan mentalitas penduduknya. Berkaitan dengan masalah kependudukan dalam hal ini yaitu masalah urbanisasi dan perilaku masyarakatnya ternyata masyarakat transisi yang berada di kota yang lebih banyak menimbulkan masalah social, seperti kesenjangan, kesehatan, konflik dll. Hal ini dikarenakan mereka hidup dan menjadi masyarakat kota namun masih banyak yang masih membawa sifat dan sikap (mentalitas) tradisional sebagimana dibawa dari daerah asal. Mentalitas  sebagai masyarakat transisi bagi mereka yang berada di perkotaan sebagai pendatang, tidak akan secara langsung menjadi masyarakat modern melainkan memerlukan proses yang kecepatannya tergantung  pada mereka sendiri untuk cepat berubah dan menyesuaikan diri mejadi masyarakat modern. Perubahan mentalitas ini tentunya akan lambat apabila masyarakat pendatang masih bergaul dan bertempat tinggal dan berusaha dengan yang memiliki mentalitas yang sama.
Fenomen mudik hubungannya dengan masyarakat transisi, sejauh ini fenomena mudik terjadi dikota-kota besar, namun jika kita analisis lagi bahwa masyarakat yang melakukan mudik bukan masyarakat kota asli, akan tetapi masyarakat desa yang hidup di kota sehingga bisa dikatakan masyarakt tersebut adalah masyarakat transisi, sebagaimana yang telah dijelasakn bahwa masyarakat transisi ini masih bersifat tradisional artinya secara jasmani tinggal di kota namun secara mental masih memiliki sifat daerah asal, sehingga budaya-budaya local masih dipegang erat. Berbeda dengan masyarakat kota yang cenderung hidup modern, yang selalu menganggap segala sesuatu diukur dengan materialistic, sehingga gaya hidupnya cenderung lebih bersifat duniawi. Oleh sebab itu apabila dikaitkan dengan masalah mudik tentunya masyarakat transisi yang lebih banyak disoroti karena masyarakat inilah yang lebih banyak melakukan mudik dalam konteks tradisi. Masyarakat transisi ini cenderung melakukan mudik sebagai suatu tradisi yang harus dilakukan sebagai wujud kepatuhan terhadap adat keluarga di dalam daerah tertentu. apalagi budaya mudik ini tidak akan terlepas dari perkembangan bangsa ini, karena hanya bangsa-bangsa yang sedang berkembang yang memiliki banyak masyarakat transisi yaitu peralihan masyarakat tradisional menuju masyarakat modern.
Bagaimana mengatasi mudik? sebagian orang mudik merupakan masalah bagi pemerintah, namun ada  juga fenomena mudik ini merupakan hal yang wajar karena merupakan sebuah tradisi suatu bangsa, akan tetapi apabila mudik dijadikan sebuah permasalahan tentunya harus dicari solusi agar fenomena mudik ini dapat terselesaikan. Untuk menjawab pertanyaan ini tentunya akan lebih mudah di jawab apabila kita memahami apa itu fenomena mudik, kenapa dan mengapa sehingga akan ada solusi yang relevan dan akurat. Sudah dikemukakan diatas bahwa fenomena mudik merupakan gejala yang ditimbulkan akibat dari migrasi penduduk, dalam hal ini yaitu masuknya masyarakat pedesaan ke kota dalam jumlah yang banyak. Namun disisi lain bahwa tidak semata-mata penduduk melakukan migrasi tanpa ada alasan yang jelas ke daerah tujuan. Oleh sebab itu yang perlu dikaji adalah kenapa sebagian penduduk desa melakukan migrasi ke kota, alasan inilah yang harus ditangani oleh pemerintah agar penduduk desa tetap tinggal di daerahnya masing-masing namun masyarakat dapat sejahtera. Sebagai gambaran nya yaitu sejauhmana pemerintah memberikan pelayanan dan pemerataan pembangunan di berbagai bidang pada daerah secara merata agar tekanan migrasi ke kota semakin kecil. Namun  sejauh ini dapat kita rasakan bersama bagaimana pemerintah membangun bangsa ini bukan semakin maju malahan semakin terpuruk.
penulis : G. Gunawan,S.Pd
Mudik dalam Perspektif Budaya dan Syariat



Oleh Prof. Dr. Misri A. Muchsin, Dekan Fakultas Adab dan Humaniora IAIN Ar-Raniry Banda Aceh.
MUDIK (pulang atau kembali ke kampung halaman) menjelang lebaran atau Hari Raya Idul Fitri (terkadang juga lebaran Hari Raya Haji atau Idul Adha) setiap tahunnya menjadi satu fenomena masyarakat Muslim modern di berbagai belahan dunia. Tradisi ini mengasyikkan. Betapa tidak, setelah beberapa lama merantau di “negeri” orang --jauh dari orang tua dan sanak kerabat lainnya-- kerap menimbulkan kerinduan akan kampung halaman atau tanah kelahiran.
Keinginan untuk berjumpa kembali dengan orang-orang terdekat yang telah lama (minimal satu tahun terakhir) ditinggalkan itu lumrah adanya dan menjadi harapan semua pihak. Oleh karenanya mudik menjadi yang sesuatu didambakan banyak orang. Terlebih pada hari baik dan bulan baik menjelang Hari Raya Idul Fitri ini.
Fenomena mudik bukan hanya masyarakat Aceh, tetapi masyarakat Muslim Indonesia dan malah muslim dunia juga melakukannya. Berapa banyak TKI-TKW dan mahasiswa yang kembali ke Indonesia pada masa-masa jelang lebaran, misalnya dari Malaysia, Singapura, Korea, dan malah dari Arab Saudi serta Negara-negara Timur Tengah lainnya. Begitu juga dengan orang-orang Maghrib (Marokko), Tunisia dan Aj-Jazair yang bekerja di negara-negara lain di Eropa, Amerika dan di negara-negara Timur Tengah sendiri, mereka juga pulang kampung atau mudik pada hari-hari baik, khususnya pada menjelang lebaran Idul Fitri.
Mereka pulang mulai yang menggunakan pesawat terbang, kapal laut, bus, kereta api, sampai mobil dan sepeda motor, sehingga kadang-kadang jalan menjadi penuh sesak dan macet. Pertanyaannya, bagaimana perspektif syariat Islam dalam hal mudik? Adakah anjuran atau larangan soal pulang kampung tersebut?
Dalam hal ini, jika dicermati satu firman Allah Swt berikut: “Sembahlah Allah dan janganlah kamu persekutukan-Nya dengan sesuatupun. Dan berbuat baiklah kepada dua orang ibu-bapa, karib-kerabat, anak-anak yatim, orang-orang miskin, tetangga yang dekat dan tetangga yang jauh, teman sejawat, ibnu Sabil dan hamba sahayamu. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang sombong dan membangga-banggakan diri.” (QS. An-Nisa’: 36)
Dalam ayat tersebut di atas, Allah Swt dengan jelas dan tegas memerintahkan kepada kita untuk berbuat baik kepada orang tua, karib kerabat, tetangga, teman sejawat dan seterusnya. Dan ini menjadi satu kewajiban bagi semua hamba yang beriman dan bertakwa kepada Allah. Berbuat baik dimaksudkan antara lain dengan mudik untuk bertemu, bersalaman guna saling memaafkan dan sampai-sampai melepas kerinduan.
Tidak hanya itu bagi pemudik biasanya membawa pulang sejumlah uang dan barang sebagai hasil jerih payahnya selama di perantauan. Pemudik yang baik, biasanya tidak hanya diperuntukkan bagi keluarga utamanya saja, tetapi juga dia berbagi untuk keluarga dekat, tetangga dan teman sejawat dan seterusnya. Biasanya malah mengadakan kenduri adalah bentuk syukur nikmat dan bersedekah dengan lebih luas dan merata kepada masyarakatnya. Semua itu menjadi daya tarik dan kebanggaan sendiri bagi pemudik, calon perantau lain dan keluarganya.
Dari sisi lain lagi, dapat dilihat mudik  sebagai upaya menyambung dan mempererat hubungan silaturrahim. Setelah sekian lama mereka tidak bertemu, tidak ngumpul dan tidak melakukan tukar informasi, maka dengan mudik tali silaturrahim akan tersambung. Lebih-lebih bagi orang yang paham akan pentingnya bersilaturrahim, yaitu akan dilapangkan rezekinya dan dipanjangkan umurnya, maka pilihan untuk mudik menjadi lebih bermakna dan berguna bagi kehidupan seseorang di masa datang, sebagaimana sabda Nabi saw: “Dari Anas ra, bahwasanya Rasulullah saw bersabda: Barang siapa yang ingin dilapangkan rezekinya dan dipanjangkaan umurnya, maka hendaklah ia suka bersilaturrahmi.” (HR. Bukhari dan Muslim)
Dari penjelasan di atas jelaslah bahwa dalam perspektif budaya, mudik menjadi tradisi yang terus eksis dan disukai oleh umat Islam dewasa ini. Pada sisi lain, dalam sudut pandang syari’at Islam mudik, paling tidak berhubungan dengan prinsip berbuat baik dan bersilaturrahim, adalah hal-hal yang dianjurkan dalam syariat Islam. Dengan mudik seseorang dapat mengaplikasi bentuk pengabdian dan berbuat baiknya kepada orang tua, anggota keluarga, dan kerabat lainnya. Kemudian dengan mudik pula hubungan silaturrahmi yang selama ini mungkin sudah renggang, dapat terajut kembali dengan baik. Wallahu A’lam bish-shawab!



TUGAS 3 BUDAYA PULANG MUDIK

RA. DINA AZIZAH
17213072
1EA31


 universitas gunadarma


BUDAYA PULANG MUDIK

Satu kebiasaan yang mungkin tak akan pernah hilang menjelang hari raya Idul Fitri adalah mudik. Mudik atau pulang kampung memang telah menjadi tradisi yang diwariskan dan dilestarikan sekian lama oleh masyarakat Indonesia. Meskipun tidak hanya berlaku dalam kehidupan masyarakat muslim atau menjelang hari raya Idul Fitri saja, namun tak dipungkiri jika mudik menjelang lebaran telah menjadi fenomena.
Jutaan orang bergerak pulang menuju kampung halaman. Terminal bis, stasiun kereta, pelabuhan dan bandara menjadi sangat sibuk dari biasanya. Berbagai jenis moda transportasi pun bekerja keras mengantarkan jiwa-jiwa yang merindukan kampung halaman. Lebaran 2013 ini diperkirakan 24 juta pemudik bergerak menuju  kampung halaman. Jumlah yang setara dengan 90% penduduk Malaysia.
Meski ditempatkan sebagai sesuatu yang tak ada kaitannya dengan ajaran Islam namun mudik tak pernah terhapus sebagai tradisi. Mudik merupakan kenyataan yang tak bisa dipungkiri sebagai kebiasaan masyarakat muslim di Indonesia. Mudik ditempatkan sebagai bahasa budaya sementara Idul Fitri adalah bahasa agama.
Mudik merupakan bentuk sinergi antara ajaran agama dengan budaya atau tradisi masyarakat Indonesia. Sebagai sebuah tradisi mudik telah mengakar secara kuat. Sementara dalam pandangan agama berbagai tradisi dalam mudik diyakini memiliki landasan. Dengan demikian makna mudik sebenarnya tak hanya sebagai kebiasaan pulang kampung melainkan erat kaitannya dengan berbagai sifat dan dimensi kehidupan manusia.
Secara kultural mudik memang sebuah warisan atau bahkan keharusan. Tapi secara moral dan spiritual mudik juga menjadi wujud bakti anak kepada orang tua. Kebiasaan sungkeman, meminta maaf hingga berziarah mendoakan anggota keluarga yang telah tiada menunjukkan jika mudik bukan hanya perjalanan fisik namun juga rohani. Sungkeman atau cium tangan orang tua bukan hanya bentuk kontak fisik melainkan memiliki makna secara spiritual karena orang tua dapat dianggap sebagai perantara bagi seorang anak dalam mengenal Tuhan. Pada akhirnya Ikatan batin dengan orang tua serta kewajiban mendoakan anggota keluarga seperti ini turut melestarikan melestarikan tradisi mudik.
Mudik juga mengukuhkan sifat manusia sebagai makhluk sosial. Silaturahmi yang terjalin selama mudik merupakan interaksi manis antara seorang manusia dengan sesamanya. Melalui silaturahmi kita diingatkan kembali bahwa seorang manusia tak akan bisa mempertahankan hidup dan kehidupannya tanpa bantuan dan interaksi dengan sesamanya. Pada akhirnya silaturahmi sebagai bagian dari mudik menjadi sarana yang sangat humanis dan interaktif untuk membangun toleransi karena mudik dan silaturahmi juga dijalankan dan dijalin oleh banyak masyarakat dari berbagai latar perbedaan termasuk agama.

Demi mudik keselamatan dan kenyamanan seringkali dinomorduakan.
Secara psikologi mudik mencerminkan sifat manusia yang perindu. Mereka yang mudik adalah jiwa-jiwa yang rindu sekaligus lelah. Kerasnya kehidupan di kota dengan segela rutinitas yang membuat penat membuat orang merindukan kembali kehidupan masa kecilnya yang indah dengan suasana pedesaan yan asri. Dengan demikian mudik tak hanya pulang kampung untuk merayakan lebaran namun juga menjadi sarana nostalgia sekaligus pengobat jiwa-jiwa yang lelah.
Dalam dimensi sosial mudik juga menjadi saran untuk berbagi dan tolong menolong. Bukan hanya karena kewajiban mengeluarkan zakat fitrah menjelang Idul Fitri, namun juga berbagi rezeki dalam beberapa hal lainnya. Tradisi memberikan oleh-oleh dari kota kepada kerabat dan tetangga di kampung. Kebiasaan membagikan selembar uang kertas baru kepada anak-anak. Beberapa orang bahkan kerap memberikan tumpangan kendaraan kepada tetangganya yang hendak mudik menuju daerah yang sama.
Namun tak dipungkiri juga bahwa mudik juga kerap menjadi sebuah euforia dan media unjuk eksistensi diri. Dalam niat mudik seringkali terselip keinginan yang kuat untuk mempertontonkan keberhasilan. Dalam persiapannya pun mudik sudah didahului dengan gaya hidup hedonis dan konsumtif. Hasrat dan keinginan mudik yang tinggi seringkali membuat orang memaksakan diri demi sebuah prestise. Akhirnya mudik justru menghadirkan berbagai masalah besar seperti kemacetan, kecelakaan hingga kejahatan. Mudik juga menyebabkan arus tandingan yang selalu penuh masalah yakni urbanisasi. Tak heran jika banyak pendapat yang menyimpulkan bahwa tradisi mudik di Indonesia telah melahirkan keretakan budaya dan menggeser spirit yang seharusnya dibangun dari Idul Fitri.
Mudik sebaiknya dimaknai sebagai sarana meningkatkan ikatan spiritual antara manusia kepada penciptanya dengan kembali ke fitri (kesucian). Melalui mudik manusia bisa senantiasa bersyukur karena masih dan selalu diberi kenikmatan oleh Sang Pencipta. Kenikmatan atas perjumpaan yang indah dengan Ramadan dan Idul Fitri. Kenikmatan untuk memperoleh rezeki dan kemudian bisa berbagi. Kenikmatan karena bisa hidup di tengah-tengah masyarakat yang hangat dan kehidupan tetangga yang saling menghargai. Serta kenikmatan karena memiliki kesempatan berbakti dan masih  bisa mencium tangan kedua orang tua.
Akhirnya selamat mudik, Selamat Idul Fitri dan mohon maaf lahir batin

BUDAYA MUDIK CIRI DARI MASYARAKAT TRANSISI

Di dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, kata “mudik’ diartikan sebagai: 1. (berlayar, pergi) ke udik (hulu sungai, pedalaman). 2. pulang ke kampung halaman,sedangkan dalam bahasa inggris mudik berarti (home to the village) atau biasa dikatakan pulang kampung. Adapun istilah mudik dalam ilmu social sama dengan mobilitas yaitu merupakan fenomena pergerakan manusia dari suatu daerah tujuan ke daerah asal dalam batas wilayah dan waktu tertentu. Fenomena mudik bisa terjadi dimana saja selama manusia melakukannya namun hal ini tergantung dari beberapa faktor yang menyebabkan fenomena mobilitas terjadi. Akan tetapi fenomena mobilitas ini lebih sering ditemukan di masyarakat perkotaan yang senantiasa setiap hari melakukan berbagai aktifitasnya.
Dimana fenomena mudik terjadi? Sudah barang tentu mudik biasa terjadi di kota kota besar, hal ini dikarenakan sebagian besar penduduk Indonesia melakukan migrasi dari desa ke kota. Mereka melakukan perpindahan secara temporer bahkan ada juga yang menetap. Pergerakan ini disebabkan berbagai factor diantaranya yaitu push factor (factor pendorong) dan pull factor (factor penarik). Sebagimana menurut Abdurachmat (Harmanto, 2008:42)  salah satu factor pendorong dari desa diantaranya yaitu : Menyempitnya lapangan pekerjaan di sector agraris, fasilitas pendidikan di desa kurang memadai, upah di desa rendah dll. Sedangkan factor penarik yaitu daerah tujuan atau kota sebagai tujuannya diantaranya yaitu : lapangan pekerjaan di kota beragam, fasilitas social memadai, sebagai pusat pengembangan budaya, upah dikota tinggi, kota sebagai pusat pemasaran. Factor inilah yang melatarbelakangi seseorang melakukan perpindahan (mobilitas penduduk) ke kota. Banyaknya masyarakat desa yang pergi ke kota tentunya membawa pengaruh baik bagi desa (tempat asal) maupun bagi kota (tempat tujuan) sehingga hal ini juga merupakan salah satu timbulnya mudik yang terjadi setiap tahunnya.
Kapan fenomena mudik terjadi? Mudik sebetulnya tidak hanya terjadi setiap tahun. Bisa saja seseorang melakukan mudik secara harian, mingguan, bahkan bulanan. Bagi yang melakukan mudik secara harian biasanya dilakukan oleh seseorang yang tidak jauh dari tempat tinggalnya, sebagai contoh seseorang bekerja di kota namun tempat tinggal di daerah pinggiran kota, sehingga pada waktu pagi hari dia berangkat bekerja ke tempat tujuan dan pada sore hari pulang lagi ke daerah asalnya (tempat tinggalnya) istilah lain yaitu commuter/ulak alik. Bagi sebagian orang terkadang mudik dilakukan setiap minggu, kebiasaan ini dilakukan seseorang yang bekerja di daerah kota namun tempat tinggal di daerah pinggiran. Pada umumnya alasan sesorang melakukan mobilitas sirkuler ini yaitu untuk menekan biaya transportasi pulang pergi dari tempat asal ke tujuan sehingga orang tersebut menetap sementara di tempat kerja dalam waktu beberapa hari setelah itu  pulang kampung dalam waktu mingguan. Selanjutnya adapula seseorang melakukan mudik dalam jangka bulanan, biasanya hal ini dilakukan oleh para karyawan pabrik yang berada dikawasan dekat dengan tempat ia bekerja alasannya tentunya sama halnya dengan para pekerja yang melakukan mudik mingguan yaitu menekan biaya ongkos dan memudahkan dalam melakukan pekerjaan agar lebih efektif tepat waktu. Kebiasaan ini banyak terjadi di kota-kota besar seperti Jakarta, Tangerang, Bandung, Surabaya dll. Mobilitas sirkuler ini tentunya bagi para pekerja yang dekat dengan wilayah dia tinggal Sebagai contoh orang Pandeglang bekerja di Tangerang atau orang Serang bekerja di Jakarta.  Selain itu ada pula mudik yang bersifat tahunan, bentuk mobilitas ini biasanya dilakukan seseorang sekali dalam satu tahun, hal ini merupakan kebiasaan bahkan menjadi sebuah tradisi bagi masyarakat kita. kegiatan rutinitas tahunan ini biasanya dilakukan pada saat bulan Ramadhan menjelang hari besar idoel fitri (Lebaran). Adapun seseorang yang melakukan mobilitas ini tentunya sebagian besar masyarakat desa yang tinggal di kota kota besar seperti Jakarta, Bandung, Surabaya dan yang lainnya. Bahkan tidak hanya bagi masyarakat desa akan tetapi bagi masyarakat yang sudah menetap di kota pada kesempatan ini sengaja meluangkan waktu untuk mengunjungi sanak saudara atau orang tua, hal ini tentunya bagi masyarakat kota yang masih memiliki sanak saudara yang tinggal di desa atau kota lainnya.   Oleh sebab itu dalam kajian geografi mudik merupakan migrasi temporer (mobilitas sirkuler) yang mana penduduk melakukan perpindahan dalam batasan wilayah dan waktu tertentu.  Bentuk mobilitas sirkuler ini berupa mingguan, bulanan atau setiap tahun sekali.
Kenapa mudik terjadi? Mudik terjadi bukan semata mata sebagai bentuk mobilitas sirkuler semata namun mudik sudah menjadi budaya bangsa Indonesia, mudik merupakan salah satu kebiasaan yang dilakukan masyarakat Indonesia sejak dulu. Bahkan sejak manusia purba, budaya mudik sudah ada salah satunya yaitu  dalam kebiasaan hidup berkelompok, manusia purba melakukan kegiatan berburu dan meramu yang mana seorang kepala rumah tangga pergi berburu  secara berkelompok bersama sama sedangkan para istrinya menunggu di rumah untuk  mengurusi anak dan menjaga rumah sampai suaminya datang. Kegiatan ini terkadang berhari-hari bahkan berminggu minggu, setelah itu baru mereka melakukan mudik atau pulang ke tempat asalnya dengan membawa hasil buruan untuk kebutuhan hidupnya. Bisa dikatakan berburu dan meramu,merupakan salah satu cirri dari masyarakat purba, namun ada juga kebiasaan manusia purba yang lain yaitu hidup berpindah-pindah dari satu tempat ke tempat lainnya guna mencari kebutuhan hidupnya apabila tempat yang dia tinggali sudah tidak bisa mencukupi kebutuhan hidupnya sehingga mereka melakukan ekspansi ke wilayah lain. istilah ini biasa dikatakan sebagai Nomaden. Begitupun pada masyarakat sekarang ini fenomena mudik terjadi karena adanya fenomena migrasi, artinya bahwa kenapa ada mudik jawabannya karena adanya migrasi. Mustahil adanya mudik apabila tidak ada migrasi. Oleh sebab itu jika kita perhatikan dari tahun ke tahun fenomena mudik semakin bertambah hal ini tentunya seiring dengan jumlah migrasi ke kota-kota besar. Menurut survey beberapa kota yang menjadi sasaran mirgasi penduduk diantaranya yaitu Jakarta, Bandung, Surabaya dan Medan hal ini dilihat dari jumlah pertambahan penduduk tiap tahun yang terus meningkat.
Masyarakat transisi  dan budaya mudik
Menurut Pasya dkk (2004 :206) masyarakat transisi merupakan masyarakat yang berada diantara masyarakat tradisional dengan masyarakat modern, atau masyarakat peralihan dari masyarakat tradisional ke masyarakat modern. Lebih jelasnya menyatakan bahwa Kehidupan masyarakat ini umumnya berada pada wilayah marginal atau pinggiran kota –desa, secara fisik masih berada dalam di daerah administrasi desa tetapi pengaruh kota terhadap kehidupan sudah nampak. Sejalan dalam itu Pasya (2004: 212) membagi masyarakat transisi berdasarkan letak dimana masyarakat itu berada, pembagian tersebut yaitu masyarakat transisi yang berada di pedesaan, masyarakat transisi yang berada di pinggiran kota, dan masyarakat transisi yang berada di perkotaan. dari ketiga masyarakat transisi tersebut memiliki ciri –ciri yang khas dalam perkembangannya terutama dalam pendidikan, mata pencaharian, kesehatan, lingkungan, dan mentalitas penduduknya. Berkaitan dengan masalah kependudukan dalam hal ini yaitu masalah urbanisasi dan perilaku masyarakatnya ternyata masyarakat transisi yang berada di kota yang lebih banyak menimbulkan masalah social, seperti kesenjangan, kesehatan, konflik dll. Hal ini dikarenakan mereka hidup dan menjadi masyarakat kota namun masih banyak yang masih membawa sifat dan sikap (mentalitas) tradisional sebagimana dibawa dari daerah asal. Mentalitas  sebagai masyarakat transisi bagi mereka yang berada di perkotaan sebagai pendatang, tidak akan secara langsung menjadi masyarakat modern melainkan memerlukan proses yang kecepatannya tergantung  pada mereka sendiri untuk cepat berubah dan menyesuaikan diri mejadi masyarakat modern. Perubahan mentalitas ini tentunya akan lambat apabila masyarakat pendatang masih bergaul dan bertempat tinggal dan berusaha dengan yang memiliki mentalitas yang sama.
Fenomen mudik hubungannya dengan masyarakat transisi, sejauh ini fenomena mudik terjadi dikota-kota besar, namun jika kita analisis lagi bahwa masyarakat yang melakukan mudik bukan masyarakat kota asli, akan tetapi masyarakat desa yang hidup di kota sehingga bisa dikatakan masyarakt tersebut adalah masyarakat transisi, sebagaimana yang telah dijelasakn bahwa masyarakat transisi ini masih bersifat tradisional artinya secara jasmani tinggal di kota namun secara mental masih memiliki sifat daerah asal, sehingga budaya-budaya local masih dipegang erat. Berbeda dengan masyarakat kota yang cenderung hidup modern, yang selalu menganggap segala sesuatu diukur dengan materialistic, sehingga gaya hidupnya cenderung lebih bersifat duniawi. Oleh sebab itu apabila dikaitkan dengan masalah mudik tentunya masyarakat transisi yang lebih banyak disoroti karena masyarakat inilah yang lebih banyak melakukan mudik dalam konteks tradisi. Masyarakat transisi ini cenderung melakukan mudik sebagai suatu tradisi yang harus dilakukan sebagai wujud kepatuhan terhadap adat keluarga di dalam daerah tertentu. apalagi budaya mudik ini tidak akan terlepas dari perkembangan bangsa ini, karena hanya bangsa-bangsa yang sedang berkembang yang memiliki banyak masyarakat transisi yaitu peralihan masyarakat tradisional menuju masyarakat modern.
Bagaimana mengatasi mudik? sebagian orang mudik merupakan masalah bagi pemerintah, namun ada  juga fenomena mudik ini merupakan hal yang wajar karena merupakan sebuah tradisi suatu bangsa, akan tetapi apabila mudik dijadikan sebuah permasalahan tentunya harus dicari solusi agar fenomena mudik ini dapat terselesaikan. Untuk menjawab pertanyaan ini tentunya akan lebih mudah di jawab apabila kita memahami apa itu fenomena mudik, kenapa dan mengapa sehingga akan ada solusi yang relevan dan akurat. Sudah dikemukakan diatas bahwa fenomena mudik merupakan gejala yang ditimbulkan akibat dari migrasi penduduk, dalam hal ini yaitu masuknya masyarakat pedesaan ke kota dalam jumlah yang banyak. Namun disisi lain bahwa tidak semata-mata penduduk melakukan migrasi tanpa ada alasan yang jelas ke daerah tujuan. Oleh sebab itu yang perlu dikaji adalah kenapa sebagian penduduk desa melakukan migrasi ke kota, alasan inilah yang harus ditangani oleh pemerintah agar penduduk desa tetap tinggal di daerahnya masing-masing namun masyarakat dapat sejahtera. Sebagai gambaran nya yaitu sejauhmana pemerintah memberikan pelayanan dan pemerataan pembangunan di berbagai bidang pada daerah secara merata agar tekanan migrasi ke kota semakin kecil. Namun  sejauh ini dapat kita rasakan bersama bagaimana pemerintah membangun bangsa ini bukan semakin maju malahan semakin terpuruk.
penulis : G. Gunawan,S.Pd
Mudik dalam Perspektif Budaya dan Syariat

Oleh Prof. Dr. Misri A. Muchsin, Dekan Fakultas Adab dan Humaniora IAIN Ar-Raniry Banda Aceh.
MUDIK (pulang atau kembali ke kampung halaman) menjelang lebaran atau Hari Raya Idul Fitri (terkadang juga lebaran Hari Raya Haji atau Idul Adha) setiap tahunnya menjadi satu fenomena masyarakat Muslim modern di berbagai belahan dunia. Tradisi ini mengasyikkan. Betapa tidak, setelah beberapa lama merantau di “negeri” orang --jauh dari orang tua dan sanak kerabat lainnya-- kerap menimbulkan kerinduan akan kampung halaman atau tanah kelahiran.
Keinginan untuk berjumpa kembali dengan orang-orang terdekat yang telah lama (minimal satu tahun terakhir) ditinggalkan itu lumrah adanya dan menjadi harapan semua pihak. Oleh karenanya mudik menjadi yang sesuatu didambakan banyak orang. Terlebih pada hari baik dan bulan baik menjelang Hari Raya Idul Fitri ini.
Fenomena mudik bukan hanya masyarakat Aceh, tetapi masyarakat Muslim Indonesia dan malah muslim dunia juga melakukannya. Berapa banyak TKI-TKW dan mahasiswa yang kembali ke Indonesia pada masa-masa jelang lebaran, misalnya dari Malaysia, Singapura, Korea, dan malah dari Arab Saudi serta Negara-negara Timur Tengah lainnya. Begitu juga dengan orang-orang Maghrib (Marokko), Tunisia dan Aj-Jazair yang bekerja di negara-negara lain di Eropa, Amerika dan di negara-negara Timur Tengah sendiri, mereka juga pulang kampung atau mudik pada hari-hari baik, khususnya pada menjelang lebaran Idul Fitri.
Mereka pulang mulai yang menggunakan pesawat terbang, kapal laut, bus, kereta api, sampai mobil dan sepeda motor, sehingga kadang-kadang jalan menjadi penuh sesak dan macet. Pertanyaannya, bagaimana perspektif syariat Islam dalam hal mudik? Adakah anjuran atau larangan soal pulang kampung tersebut?
Dalam hal ini, jika dicermati satu firman Allah Swt berikut: “Sembahlah Allah dan janganlah kamu persekutukan-Nya dengan sesuatupun. Dan berbuat baiklah kepada dua orang ibu-bapa, karib-kerabat, anak-anak yatim, orang-orang miskin, tetangga yang dekat dan tetangga yang jauh, teman sejawat, ibnu Sabil dan hamba sahayamu. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang sombong dan membangga-banggakan diri.” (QS. An-Nisa’: 36)
Dalam ayat tersebut di atas, Allah Swt dengan jelas dan tegas memerintahkan kepada kita untuk berbuat baik kepada orang tua, karib kerabat, tetangga, teman sejawat dan seterusnya. Dan ini menjadi satu kewajiban bagi semua hamba yang beriman dan bertakwa kepada Allah. Berbuat baik dimaksudkan antara lain dengan mudik untuk bertemu, bersalaman guna saling memaafkan dan sampai-sampai melepas kerinduan.
Tidak hanya itu bagi pemudik biasanya membawa pulang sejumlah uang dan barang sebagai hasil jerih payahnya selama di perantauan. Pemudik yang baik, biasanya tidak hanya diperuntukkan bagi keluarga utamanya saja, tetapi juga dia berbagi untuk keluarga dekat, tetangga dan teman sejawat dan seterusnya. Biasanya malah mengadakan kenduri adalah bentuk syukur nikmat dan bersedekah dengan lebih luas dan merata kepada masyarakatnya. Semua itu menjadi daya tarik dan kebanggaan sendiri bagi pemudik, calon perantau lain dan keluarganya.
Dari sisi lain lagi, dapat dilihat mudik  sebagai upaya menyambung dan mempererat hubungan silaturrahim. Setelah sekian lama mereka tidak bertemu, tidak ngumpul dan tidak melakukan tukar informasi, maka dengan mudik tali silaturrahim akan tersambung. Lebih-lebih bagi orang yang paham akan pentingnya bersilaturrahim, yaitu akan dilapangkan rezekinya dan dipanjangkan umurnya, maka pilihan untuk mudik menjadi lebih bermakna dan berguna bagi kehidupan seseorang di masa datang, sebagaimana sabda Nabi saw: “Dari Anas ra, bahwasanya Rasulullah saw bersabda: Barang siapa yang ingin dilapangkan rezekinya dan dipanjangkaan umurnya, maka hendaklah ia suka bersilaturrahmi.” (HR. Bukhari dan Muslim)
Dari penjelasan di atas jelaslah bahwa dalam perspektif budaya, mudik menjadi tradisi yang terus eksis dan disukai oleh umat Islam dewasa ini. Pada sisi lain, dalam sudut pandang syari’at Islam mudik, paling tidak berhubungan dengan prinsip berbuat baik dan bersilaturrahim, adalah hal-hal yang dianjurkan dalam syariat Islam. Dengan mudik seseorang dapat mengaplikasi bentuk pengabdian dan berbuat baiknya kepada orang tua, anggota keluarga, dan kerabat lainnya. Kemudian dengan mudik pula hubungan silaturrahmi yang selama ini mungkin sudah renggang, dapat terajut kembali dengan baik. Wallahu A’lam bish-shawab!


TUGAS 2 VISI, MISI, ACTION PERUSAHAAN

Ra. Dina Azizah
 17213072
1EA31
UNIVERSITAS GUNADARMA

PT. Astra Daihatsu
 PENGARUH PENEMPATAN TERHADAP MOTIVASI KERJA
DAN KINERJA KARYAWAN  

ABSTRAK
Penelitian yang dilakukan menggunakan explanatory research dengan tujuan mengetahui dan menjelaskan penempatan yang berpengaruh pada motivasi kerja dan selanjutnya akan mempengaruhi kinerja karyawan. Penempatan yang dimaksud di sini adalah penempatan yang berdasarkan kesesuaian pengetahuan, kesesuaian keterampilan, dan kesesuaian kemampuan yang ada pada PT. Astra International, Tbk-Daihatsu Malang. Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh karyawan tetap PT. Astra International, Tbk-Daihatsu Malang yang berjumlah 84 orang. Dikarenakan jumlah populasi kurang dari 100, maka seluruh populasi digunakan sebagai sampel, sehingga menggunakan sampel jenuh. Berdasarkan penelitian yang dilakukan, peneliti menggunakan analisis data dengan pendekatan deskriptif dan analisis inferensial melalui analisis jalur dan uji hipotesis (uji t). Skala pengukuran yang digunakan dalam penelitian ini adalah skala likert.Hasil analisis penelitian menunjukkan bahwa berdasarkan rumusan masalah diketahui variabel kesesuaian pengetahuan, kesesuaian keterampilan, dan kesesuaian kemampuan mempunyai pengaruh positif dan signifikan terhadap variabel motivasi kerja dengan hasil sebesar 0,279 untukkesesuaian pengetahuan, 0,393 untuk kesesuaian keterampilan, dan 0,210 untuk kesesuaian kemampuan. Variabel kesesuaian pengetahuan, kesesuaian keterampilan, dan kesesuaian kemampuan mempunyai pengaruh positif dan signifikan terhadap variabel kinerja karyawan dengan hasil sebesar 0,213 untukkesesuaian pengetahuan, 0,258 untuk kesesuaian keterampilan, dan 0,234 untuk kesesuaian kemampuan. Variabel motivasi kerja mempunyai pengaruh positif dan signifikan terhadap variabel kinerja karyawan yaitu sebesar 0,217. Berdasarkan perhitungan dalam mencari pengaruh secara langsung dan tidak langsung, diketahui bahwa pengaruh secara langsung antara penempatan terhadap kinerja karyawan melalui motivasi kerja lebih kuat dibandingkan dengan pengaruh secara tidak langsung antara penempatan terhadap kinerja karyawan melalui motivasi kerja.
Kata kunci : penempatan, motivasi kerja, kinerja karyawan
1. PENDAHULUAN
Sumber daya manusia (SDM) merupakan aset penting yang harus dimiliki dan dijaga oleh perusahaan dalam pencapaian tujuan yang telah ditetapkan karena merupakan penggerak utama roda kehidupan dalam perusahaan. Perusahaan besar maupun kecil memiliki visi dan misi tertentu untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan. Keberhasilan tujuan tersebut sangat dipengaruhi oleh ada tidaknya SDM yang berkualitas dan memiliki produktifitas tinggi untuk menunjang jalannya kegiatan produksi. Keberhasilan suatu perusahaan tergantung bagaimana perusahaan mampu memanfaatkan peluang yang ada dan mengatasi ancaman dari luar dengan memanfaatkan SDM yang dimiliki. Dikarenakan SDM dipandang semakin besar peranannya dalam kesuksesan suatu perusahaan, maka banyak perusahaan kini menyadari bahwa unsur “manusia” dalam perusahaan dapat memberikan keunggulan bersaing. Setiap perusahaan pasti membutuhkan karyawan yang memiliki pengetahuan, keterampilan, dan kemampuan yang sesuai dengan tujuan perusahaan. Pengelolaan SDM harus dilakukan sebaik-baiknya oleh perusahaan. Hal itu harus dilakukan agar dalam jangka waktu panjang perusahaan dapat memperoleh karyawan yang produktif. Keberhasilan perusahaan juga sangat tergantung bagaimana manajemen SDM yang diterapkan dalam perusahaan tersebut. Jadi, perusahaan harus menerapkan manajemen SDM yang sesuai dengan kebutuhan, agar sasaran perusahaan dapat tercapai.
Kegiatan SDM merupakan kegiatan yang kompleks, salah satunya terdapat proses penempatan yang harus diperhatikan manajer perusahaan. Penempatan merupakan kegiatan memutuskan dan menempatkan orang-orang berkompeten yang telah lulus proses seleksi sesuai bidangnya masing-masing. Menempatkan seseorang dalam pekerjaan baru bukanlah hal mudah karena harus menyesuaikan dengan kondisi lingkungan baru. Penempatan yang dilakukan harus sesuai dengan pengetahuan, keterampilan, dan kemampuan yang dimiliki karyawan baru. Apabila hal tersebut telah dilakukan, maka karyawan baru akan lebih bersemangat dalam bekerja dan menghasilkan kinerja optimal. Penempatan pegawai yang tepat akan membuat karyawan termotivasi dalam bekerja.
Salah satu bentuk yang paling efisien untuk menunjang kinerja karyawan adalah melalui motivasi yang diberikan oleh para pimpinan perusahaan. Motivasi kerja tidak hanya didapatkan dari atasan, namun dapat juga dari diri sendiri yang merasa nyaman dalam bekerja. Motivasi menjadi pendorong bagi karyawan untuk bekerja maksimal dalam mencapai tujuan perusahaan. Pemberian motivasi yang baik akan menimbulkan semangat bagi para karyawan yang akan meningkatkan kinerja masing-masing karyawan. Jadi, dapat disebutkan bahwa motivasi menjadi pendorong bagi karyawan untuk menghasilkan kinerja berkualitas. Kinerja dipengaruhi oleh kemauan (motivation) dan kemampuan (ability) dari setiap individu dalam perusahaan. Kinerja yang baik dari setiap karyawan akan membuat prestasinya dalam perusahaan meningkat. Kinerja merupakan suatu hasil kerja yang dihasilkan seseorang berdasarkan tanggung jawab yang telah diberikan kepadanya. Adanya kinerja yang baik dan prestasi yang meningkat maka proses penempatan yang dilakukan telah tepat. Hal ini akan menghasilkan karyawan berkompeten.
PT. Astra International Tbk-Daihatsu Malang merupakan perusahaan yang bergerak dalam bidang penjualan mobil, penjualan suku cadang asli, dan service kendaraan bermerek Daihatsu. SDM yang handal dan berkompeten merupakan faktor utama yang harus dimiliki PT. Astra International Tbk-Daihatsu Malang sehingga pengembangan kompetensi SDM merupakan salah satu faktor kunci keberhasilan pencapaian visi dan misi. Sejalan visi, misi, dan strategi perusahaan untuk menjadi perusahaaan yang menguasai pangsa pasar melalui penjualan mobil bermerek Daihatsu, perlu diterapkan upaya yang lebih fokus dalam pengembangan SDM secara konsisten. Jadi, perusahaan harus mengelola karyawan secara baik dilihat dari latar belakang pendidikan, pengetahuan, keterampilan, dan kemampuan yang dimiliki.
Pengelolaan SDM khususnya dalam penempatan mutlak dilakukan. Hal ini agar proses itu menghasilkan karyawan yang berpotensi untuk mencapai tujuan perusahaan dan dapat menguasai pangsa pasar penjualan mobil merk Daihatsu. Keefektifan proses penempatan dapat meningkatkan kinerja karyawan diperoleh melalui motivasi tinggi dari atasan maupun dari diri masing-masing karyawan. Seorang atasan dapat mengetahui hasil kerja dari bawahannya melalui penilaian kinerja sehingga apabila terdapat kesalahan dapat segera diketahui dan diperbaiki. Mengingat pentingnya penempatan untuk meningkatkan motivasi kerja dan kinerja karyawan, maka setiap atasan harus selalu memperhatikan proses tersebut.
2. KAJIAN PUSTAKA
2.1 Penempatan
Penempatan merupakan proses penting dalam manajemen SDM. Penempatan merupakan kegiatan memutuskan dan menempatkan orang-orang berkompeten yang telah lulus dalam proses seleksi sesuai dengan bidangnya masing-masing, karena penempatan yang tepat dalam posisi jabatan yang tepat dapat membantu perusahaan dalam mencapai tujuan yang diharapkan. Penempatan atau penugasan dapat berupa penempatan bagi karyawan baru maupun penugasan kembali bagi karyawan yang telah ada. Penempatan kerja adalah proses pemberian tugas dan pekerjaan kepada karyawan yang lulus seleksi untuk dilaksanakan sesuai ruang lingkup yang telah ditetapkan, serta mampu mempertanggungjawabkan segala resiko dan kemungkinan-kemungkinan yang terjadi atas tugas dan pekerjaan, wewenang, serta tanggung jawabnya (Sastrohadiwiryo, 2002:162). Hariandja (2002:156) mendefinisikan penempatan sebagai proses penugasan atau pengisian jabatan atau penugasan kembali pegawai pada tugas atau jabatan baru atau jabatan berbeda. Menurut Schuler dan Jackson (1997:267), penempatan (placement) berkaitan dengan pencocokan seseorang dengan jabatan yang akan dipegangnya berdasarkan pada kebutuhan dan pengetahuan, keterampilan, kemampuan dan kepribadian karyawan tersebut.
2.2 Motivasi
Motivasi merupakan salah satu penentu dalam meningkatkan kinerja karyawan. Motivasi yang tepat sangat diperlukan agar karyawan terdorong untuk bekerja maksimal dalam mencapai tujuan perusahaan. Motivasi dapat berasal dari diri sendiri maupun dari orang lain. Motivasi merupakan pekerjaan yang dilakukan oleh seorang manajer memberikan inspirasi, semangat, dan dorongan kepada orang lain, dalam hal ini karyawan untuk mengambil tindakan-tindakan (Manullang, 2004:194). Menurut Hasibuan (2003:216), motivasi mempersoalkan bagaimana cara mendorong gairah kerja bawahan, agar mereka mau bekerja keras dengan memberikan semua kemampuan dan ketrampilannya untuk mewujudkan tujuan perusahaan. Motivasi adalah serangkaian sikap dan nilai-nilai yang mempengaruhi individu untuk mencapai hal yang spesifik sesuai dengan tujuan individu (Rivai, 2004:455). Sikap dan nilai itu merupakan suatu yang invisible yang memberikan kekuatan untuk mendorong individu bertingkah laku dalam mencapai tujuan”.
2.3 Kinerja
Kinerja adalah suatu hasil kerja yang dicapai seseorang dalam melaksanakan tugas sesuai dengan tanggung jawab yang diberikan kepada karyawan baik secara kualitas, kuantitas, dan ketetapan waktu. Kinerja merupakan perilaku nyata yang ditampilkan setiap orang sebagai prestasi kerja yang dihasilkan oleh karyawan sesuai dengan perannya dalam perusahaan (Rivai, 2004:309). Menurut Dessler (2011:322), manajemen kinerja adalah proses mengonsolidasikan penetapan tujuan, penilaian dan pengembangan kinerja kedalam satu sistem tunggal bersama, yang bertujuan memastikan kinerja karyawan mendukung tujuan strategis perusahaan. Bila direncanakan dengan benar maka penetapan tujuan yang jelas bagi masing-masing karyawan akan dapat ditentukan dengan baik. Menurut Nawawi (2005:234), kinerja adalah hasil pelaksanaan suatu pekerjaan baik bersifat fisik atau material maupun non fisik atau non material. Kinerja adalah hasil akhir dari sebuah aktivitas (Robbins, 2010:188). Kinerja karyawan menurut Bambang Kusriyanto 4 dalam Mangkunegara (2005:9) adalah perbandingan hasil yang dicapai dengan peran serta tenaga kerja persatuan waktu (lazimnya per jam). Mangkunegara (2005:9) juga mengemukakan bahwa kinerja karyawan (prestasi kerja) adalah hasil kerja secara kualitas dan kuantitas yang dicapai oleh seseorang karyawan dalam melaksanakan tugas sesuai dengan tanggung jawab yang diberikan kepadanya.

3. METODE
Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah explanatory research atau penelitian penjelasan, maka penelitian ini mencoba untuk menjelaskan mengenai pengaruh variabel bebas (eksogen) terhadap variabel terikat (endogen) dengan menggunakan pengujian statistik sehingga dalam penelitian ini akan diketahui apakah ada pengaruh yang signifikan antara penempatan terhadap motivasi kerja dan kinerja karyawan PT. Astra International, Tbk-Daihatsu Malang.
Penelitian ini menggunakan populasi sasaran dimana tiap populasi unit dihitung. Populasi sasaran dalam penelitian ini adalah karyawan tetap PT Astra International Tbk-Daihatsu Malang yang berjumlah 84 orang. Mengingat populasi kurang dari 100, maka penelitian ini menggunakan sampel jenuh, yaitu teknik pengambilan sampel bila semua anggota populasi digunakan sebagai sampel.
Metode atau teknik pengumpulan data dalam penelitian ini adalah dengan cara menyebarkan kuesioner kepada seluruh karyawan tetap PT. Astra International, Tbk-Daihatsu Malang sebanyak 84 orang dan mencatat dokumentasi yang dapat menunjang penelitian. Kuesioner merupakan daftar pertanyaan yang disebarkan kepada seluruh responden (daftar pertanyaan yang diajukan sesuai dengan pokok permasahan yang diteliti). Dokumentasi dilakukan dengan cara mencatat dokumen yang dianggap penting untuk menunjang penelitian. Skala pengukuran yang digunakan dalam penelitian ini adalah skala likert. Skala likert digunakan untuk mengukur jawaban dari setiap responden melalui kuesioner. Kuesioner yang dipergunakan dalam penelitian ini menggunakan lima alternatif jawaban yang harus dipilih oleh responden dengan pemberian bobot sesuai dengan item yang disusun dan dalam penelitian bobot yang dipergunakan adalah satu sampai lima.

Sejarah PT. Astra Daihatsu

Astra pertama kali didirikan oleh Tjia Kian Tie dan William Soeryadjaya (almarhum) sebagai perusahaan perdagangan di sebuah ruang kecil di Jakarta pada tahun 1957. Di usia yang ke-56 tahun saat ini, Astra telah berkembang menjadi salah satu perusahaan terbesar nasional yang diperkuat dengan 189.459 orang karyawan di 178 perusahaan termasuk anak perusahaan, perusahaan asosiasi dan jointly controlled entities
Ketekunan dalam menjalin kerja sama dan kemitraan dengan berbagai perusahaan ternama di mancanegara telah mengantarkan banyak peluang bagi Astra untuk melayani berbagai aspek kehidupan masyarakat Indonesia melalui 6 bidang usahanya, yang terdiri dari: Otomotif, Jasa Keuangan, Alat Berat dan Pertambangan, Agribisnis, Infrastruktur dan Logistik dan Teknologi Informasi.
IkhtisarPT Astra Daihatsu Motor (ADM) mengawali sejarahnya pada tahun 1973. Pada tahun 1973, Astra mendapatkan hak untuk mengimpor kendaraan Daihatsu ke Indonesia. Pada tahun 1976, PT Astra International ditunjuk menjadi agen tunggal, importir dan distributor tunggal kendaraan Daihatsu di Indonesia.
PT Astra International, Daihatsu Motor Co., Ltd. dan Nichimen Corporation bersama-sama mendirikan pabrik pengepresan plat baja, PT Daihatsu Indonesia pada tahun 1978. Kemudian pada tahun 1983, pabrik mesin PT Daihatsu Engine Manufacturing Indonesia (DEMI) didirikan. Pada tahun 1987, PT Nasional Astra Motor didirikan sebagai agen tunggal dan pengimpor kendaraan Daihatsu menggantikan posisi PT Astra International. Kemudian pada tahun 1992, PT Astra Daihatsu Motor didirikan melalui penggabungan 3 perusahaan yaitu PT Daihatsu Indonesia, PT Daihatsu Engine Manufacturing Indonesia dan PT National Astra Motor.

Filosofi, Visi, dan Misi
  • Menjadi Milik yang Bermanfaat bagi Bangsa dan Negara
  • Memberikan Pelayanan Terbaik kepada Pelanggan
  • Menghargai Individu dan Membina Kerja Sama
  • Senantiasa Berusaha Mencapai yang Terbaik
Visi
  • Menjadi salah satu perusahaan dengan pengelolaan terbaik di Asia Pasifik dengan penekanan pada pertumbuhan yang berkelanjutan dengan pembangunan kompetensi melalui pengembangan sumber daya manusia, struktur keuangan yang solid, kepuasan pelanggan dan efisiensi.
  • Menjadi perusahaan yang mempunyai tanggung jawab sosial serta ramah lingkungan.

Misi
Sejahtera bersama bangsa dengan memberikan nilai terbaik kepada stakeholder kami.
Action
PT Astra Daihatsu Motor (ADM) adalah agen tunggal mobil Daihatsu di Indonesia, dan didukung oleh Daihatsu Sales Operation (DSO) yang mengelola jaringan distribusi di seluruh Indonesia.

Pada tahun 2012, Daihatsu melakukan peninjauan ulang terhadap target konsumen, yang sebagian besar merupakan pengguna mobil ekonomi kelas bawah dan menengah yang paling terpengaruh oleh ketentuan baru uang muka kredit. Untuk menyiasati hal tersebut serta mendampingi konsumen dalam merencanakan pembiayaan kendaraan dengan struktur kredit yang terjangkau, sehat dan menguntungkan kedua belah pihak, maka secara intensif dilakukan edukasi pelanggan dan penawaran alternatif skema kredit, termasuk melalui pembiayaan syariah dan sewa guna usaha. Pada saat bersamaan, cakupan distribusi diperluas dengan ekspansi 15 gerai baru sehingga menambah keseluruhan jaringan outlet penjualan menjadi 196 outlet yang beroperasi di seluruh Indonesia pada akhir tahun 2012. Untuk memperkuat posisi merk Daihatsu, seiring dengan peringatan 105 tahun Daihatsu di dunia, Daihatsu di Indonesia memperkenalkan slogan identitas baru yaitu “Daihatsu Sahabatku” dimana Daihatsu adalah sahabat para pelanggan yang bersedia memberikan pelayanan lebih.

Alhasil, penjualan mobil Daihatsu mampu mencapai rekor baru sebesar 162.742 unit, atau naik sekitar 16,6% dari 139.544 unit pada tahun sebelumnya. Angka tersebut memenuhi sasaran untuk mempertahankan posisi sebagai perusahaan otomotif kedua terbesar di Indonesia dengan menguasai pangsa pasar sebesar 14,6%, atau turun sedikit dari 15,6% di tahun 2011.















TUGAS 1 PENGERTIAN ILMU BUDAYA DASAR

RA. DINA AZIZAH
17213072          
1EA31
UNIVERSITAS GUNADARMA

PENGERTIAN DAN TUJUAN ILMU BUDAYA DASAR
PENGERTIAN ILMU BUDAYA DASAR
Secara sederhana Ilmu Budaya Dasar adalah pengetahuan yang diharapkan dapat memberikan pengetahuan dasar dan pengertian umum tentang konsep-konsep yang dikembangkan untuk mengkaji masalah-masalah manusia dan kebudayaan.
Istilah llmu Budaya Dasar dikembangkan di Indonesia sebagai pengganti istilah Basic Humanitiesm yang berasal dari istilah bahasa Inggris "The Humanities". Adapun istilah Humanities itu sendiri berasal dan bahasa latin humanus yang bisa diartikan manusia, berbudaya dan halus. Dengan mempelajari the htimanities diandaikan seseorang akan bisa menjadi lebih manusiawi, lebih berbudaya dan lebih halus. Dengan demikian bisa dikatakan bahwa the humanities berkaitan dengan nilai-nilai yaitu nilai-nilai manusia sebagai homo humanus atau manusia berbudaya. Agar supaya manusia bisa menjadi humanus, mereka hams mempelajari ilmu yaitu the humanities disamping tidak meninggalkan tanggungjawabnya yang lain sebagai manusia itu sendiri.
Untuk mengetahui bahwa Ilmu Budaya Dasar termasuk kelompok pengetahuan budaya, lebih dahulu perlu diketahui pengelompokan ilmu pengetahuan. Prof.Dr.Harsya Bachtiar mengemukakan bahwa ilmu dan pengetahuan dikelompokkan dalam tiga kelompok besar, yaitu :
1. Ilmu-ilmu Alamiah ( natural science )
Ilmu ilmu alamiah bertujuan mengetahui keteraturan-keteraturan yang terdapat dalam alam semesta. Untuk mengkaji hal itu digunakan metode ilmiah. Caranya ialah dengan menentukan hukum yang berlaku mengenai keteraturan-keteraturan itu, lalu dibuat analisis untuk menentukan suatu kualitas. Hasil analisis itu kemudian digeneralisasikan. Atas dasar ini lalu dibuat prediksi . Hasil penelitiannya 100 % benar dan 100 % salah. Yang termasuk kelompok ilmu-ilmu alamiah antara lain ialah astronomi, fisika, kimia, biologi, kedokteran, mekanika.
2. Ilmu-ilmu Sosial ( social science )
Ilmu-ilmu sosial bertujuan untuk mengkaji keteraturan-keteraturan yang terdapat dalam hubungan antar manusia. Untuk mengkaji hal itu digunakan metode ilmiah sebagai pinjaman dari ilmu-ilmu alamiah. Tetapi hash penelitiannya tidak mungkin 100 % benar, hanya mendekati kebenaran. Sebabnya ialah keteraturan dalam hubungan antar manusia itu tidak dapat berubah dari saat ke saat. Yang termasuk kelompok ilmu-ilmu sosial antara lain ilmu ekonomi, sosiologi, politik, demografi, psikologi, antropologi sosial, sosiologi hukum, dsb.
3. Pengetahuan budaya ( the humanities )
Pengetahuan budaya bertujuan untuk memahami dan mencari arti kenyataan-kenyataan yang bersifat manusiawi. Untuk mengkaji hal itu digunakan metode pengungkapan peristiwa-peristiwa dan pemyataan-pemyataan yang bersifat unik, kemudian diberi arti. Peristiwa-peristiwa dan pemyatan-pemyataan itu pada umumnya terdapat dalam tulisan-tulisan., Metode ini tidak ada sangkut pautnya dengan metode ilmiah, hanya mungkin ada pengaruh dari metode ilmiah.
Pengetahuan budaya ( The Humanities ) dibatasi sebagai pengetahuan yang mencakup kcahlian (disiplin) scni dan filsafat. Keahlian inipun dapat dibagi-bagi lagi ke dalam berbagai bidang kcahlian lain, seperti seni tari, seni rupa, seni musik, dll. Sedang Ilmu Budaya Dasat ( Basic Humanities ) adalah usaha yang diharapkan dapat memberikan pengetahuan dasar dan pengertian umum tentang konsep-konsep yang dikembangkan untuk mengkaji masalah-masalah manusia dan kebudayaan. Dengan perkataan lain Ilmu Budaya dasar menggunakan pengertian-pengertian yang berasal dari berbagai bidang pengetahuan budaya untuk mengembangkan wawasan pemikiran dan kepekaan dalam mengkaji masalah-masalah manusia dan kebudayaan.
Ilmu budaya dasar berbeda dengan pengetahuan budaya. Ilmu budaya dasar dalam bahasa Inggris disebut dengan Basic Humanities. Pengetahuan budaya dalam bahasa inggris disebut dengan istilah the humanities. pengetahuan budaya mengkaji masalah nilai-nilai manusia sebagai mahluk betbudaya ( homo humanus ), sedangkan Ilmu budaya dasar bukan ilmu tentang budaya, melainkan mengenai pengetahuan dasar dan pengertian umum tentang konsep-konsep yang dikembangkan untuk mengkaji masalah-masalah manusia dan budaya.
TUJUAN ILMU BUDAYA DASAR
Penyajian mata kuliah Ilmu Budaya Dasar tidak lain merupakan usaha yang diharapkan dapat memberikan pengetahuan dasar dan pengertian umum tentang konsep-konsep yang dikembangkan untuk mengkaji masalah-masalah manusia dan kebudayaan. Dengan demikian jelaslah bahwa mata kuliah Ilmu Budaya Dasar tidak dimaksudkan untuk mendidik ahli-ahli dalam salah satu bidang keahlian yang termasuk didalam pengetahuan budaya (the humanities). akan tetapi ilmu budaya dasar semata-mata sebagai salah satu usaha mengembangkan kepribadian mahasiswa dengan cam memperluas wawasan pemikiran serta kemarnpuan kritikalnya terhadap nilai-nilai budaya, baik yang menyangkut orang lain dan alam sekitarnya, maupun yang menyangkut dirinya sendiri.
Untuk bisa menjangkau tujuan tersebut Ilmu Budaya Dasar diharapkan dapat :
1. Mengusahakan penajaman kepekaan mahasiswa terhadap lingkungan budaya, sehingga mereka lebih mudah menyesuaikan diri dengan lingkungan yang bane, terutama untuk kepentingan profesi mereka
2. Memberi kesempatan pada mahasiswa untuk memperluas pandangan mereka tentang masalah kemánusiaan dan budaya serta mengembangkan daya kritis mereka terhadap persoalan-persoalan yang menyangkut kedua hal tersebut.
3. Mengusahakan agar mahasiswa, sebagai calon pemimpin bangsa dan negara serta ahli dalam bidang disiplin masing-masing, tidak jatuh ke dalam sifat-sifat kedaerahan dan pengkotakan disiplin yang ketat. Usaha ini terjadi karena ruang lingkup pendidikan kita amat sempit dan condong membuat manusia spesialis yang berpandangan kurang luas. kedaerahan dan pengkotakan disiplin ilmu yang ketat.

http://abdirachmadi.blogspot.com/2012/03/pengertian-dan-tujuan-ilmu-budaya-dasar.html