Jumat, 20 Mei 2016

Bab 2 Landasan Teori




BAB II
LANDASAN TEORI
2.1 Pasar
2.1.1 Pengertian Pasar
  Pasar adalah tempat bertemunya pembeli dan penjual untuk melakukan transaksi jual beli barang atau jasa. Menurut ilmu ekonomi, pasar berkaitan dengan kegiatannya bukan tempatnya. Ciri khas sebuah pasar adalah adanya kegiatan transaksi atau jual beli. Para konsumen datang ke pasar untuk berbelanja dengan membawa uang untuk membayar harganya. Stanton, mengemukakan pengertian pasar yang lebih luas. Pasar dikatakannya merupakan orang-orang yang mempunyai keinginan untuk puas, uang untuk berbelanja, dan kemauan untuk membelanjakannya. Jadi, dalam pengertian tersebut terdapat faktor-faktor yang menunjang terjadinya pasar, yakni: keinginan, daya beli, dan tingkah laku dalam pembelian.
2.1.2 Perkembangan Pasar Tradisional
Dinamika pasar tradisional akan selalu menarik, di mana di dalam pasar tradisional terdapat unsur-unsur yang dapat diperoleh misalnya, perilaku konsumen maupun perilaku pedagang didalam pasar. Menurut Belshaw (dalam Sadilah dkk, 2011:1) mengatakan bahwa pasar tidak hanya merupakan lembaga tukar-menukar, tetapi pasar berfungsi sebagai tempat penyebaran dan penyimpanan barang, serta tempat berpindahnya komoditas dari satu orang ke orang lain, atau dari satu tempat ke tempat lain, dan dari peranan satu keperanan lain. Jadi pasar adalah tempat yang mempunyai unsur-unsur soaial, ekonomis, kebudayaan, politis yang juga dipergunakan sebagai sarana pembeli dan penjual untuk saling bertemu dan melakukan kegiatan tukar-menukar.

2.1.3 Perbedaan Antara Pasar Tradisional dan Retail Modern
Perkembangan ekonomi yang terjadi menyebabkan adanya persaingan yang terjadi antara kegiatan ekonomi yang bersifat tradisional dengan kegiatan-kegiatan ekonomi yang sudah modern. Kedua hal ini tidak bisa dipisahkan selalu berjalan berdampingan. Seperti yang terjadi pada pasar tradisional menghadapi persaingan retail modern. Fenomena seperti ini dipertegas dengan teori Dualisme yang dicetuskan pertama kali oleh J.H Boeke dalam bukunya yang berjudul Economics and economic Policy in Dual Societies, 1953. Menurut Boeke (dalam Sukirno, 2005:162) mengatakan bahwa di dalam suatu masyarakat mungkin terdapat terdapat dua sistem yang berbeda. Kedua-duanya wujud berdampingan di mana yang satu tidak dapat sepenuhnya menguasai yang lainnya.

2.1.4 Persaingan Antara Pasar Tradisional dan Retail Modern
Menurut Samuelson (1996:214) dengan kondisi yang terjadi di pasar jika banyak perusahaan menjual produk-produk yang serupa tapi tak sama hal ini termasuk ke dalam struktur pasar yang dikenal dengan persaingan monopolistik. Persaingan monopolistik menyerupai persaingan sempurna dalam tiga hal : terdapat banyak penjual dan pembeli, mudah keluar masuk industri, dan perusahaan-perusahaan menganggap harga perusahaan lain tetap. Adapun perbedaan antar persaaingan sempurna dengan monopolistik adalah pada produknya. Jika pada persaingan sempurna produknya identik tetapi pada monopolistik produknya lebih didiferensiasikan. Diasumsikan jadi produk yang dijual tidak homogen akan tetapi sengaja dibedakan melalui berbagai macam program promosi penjualan sehingga meskipun barang yang diperdagangkan sebenarnya dapat saling menggantikan, konsumen mempunyai preferensi untuk memilih produk dari pasar tradisional maupun retail modern. Kemudian menurut Salvatore (1993:283) persaingan monopolistik mengacu pada organisasi pasar di mana terdapat banyak perusahaan yang menjual komoditi yang hampir serupa tetapi tidak sama. Karena adanya diferensiasi produk konsumen sendiri yang menentukan pilihan.
Dengan semakin pesatnya pertumbuhan jumlah retail modern maka persaingan di bidang
perdagangan semakin ketat. Bagi para pedagang yang tidak siap menghadapi gencaran masuknya
pedagang baru yang lebih menarik dengan menggunakan berbagai strategi pemasaran yang menarik dan disertai dengan teknologi yang modern dibarengi dengan manajemen yang lebih baik maka persaingan akan semakin ketat. Siapa saja yang tidak bisa membaca peluang bisnis yang terjadi maka akan menjadi ancaman tertindas atau kalah dalam persaingan. West (dalam Suryani, 2010:17) mengatakan bahwa dengan berlanjutnya pertumbuhan ekonomi dan meningkatnya rata-rata pendapatan yang dapat dibelanjakan, akan bertambah beasar pula permintaan akan pasar yang lebih khusus dan spesifik. Sehingga dapat dikatakan bahwa pasar yang berhasil adalah yang paling dapat menyesuaikan barang dan jasanya dengan permintaan pasar. Hal ini dipertegas oleh pernyataan Smith (dalam Rahardja, 2010:19) bahwa memandang perekonomian sebagai sebuah sistem seperti halnya semesta. Sebagai sistem, perekonomian memiliki kemampuan untuk menjaga keseimbangannya. Dalam sistem ekonomi pasar, aktivitas produsen dan konsumen tidak direncanakan oleh sebuah lembaga sentral, melainkan secara individual oleh para pelaku ekonomi. Dan persainganlah yang bertindak sebagai tangan-tangan tidak terlihat yang mengkoordinasi rencana masing-masing. Sistem persaingan yang terbentuk dapat membuat produksi serta konsumsi dan alokasi sumber daya alam, sumber daya manusia, dan modal menjadi efisien.

2.1.5 Strategi Dalam Persaingan Usaha
Dalam sebuah persaingan usaha sangat diperlukan adanya strategi. Strategi merupakan
modal utama untuk bertahan. Menurut Swastha (2002: 193) bagi perusahaan kecil maupunperusahaan yang ingin meningkatkan efisiensinya, dapat mengadakan segmentasi pasar. Mereka dapat memusatkan kegiatan pemasaran pada segmen-segmen pasar yang dipilih. Jika sasaran pasarnya sudah ditentukan melalui riset pemasaran, maka perusahaan harus membuat suatu rencana yang baik untuk memasuki segmen pasar yang dipilih. Keputusan-keputusan dalam pemasaran dapat dikelompokkan ke dalam empat strategi, yaitu : strategi produk, strategi harga, dan strategi promosi, strategi distribusi. Kombinasi dari keempat strategi tersebut akan membentuk marketing mix.

2.1.6 Konsistensi Preferensi Konsumen
Menurut Rahardja (2010:79) konsep preferensi berkaitan dengan kemampuan konsumen menyususn prioritas pilihan agar dapat mengambil keputusan. Perilaku konsumen dengan sejumlah permintaan dapat diasumsikan bahwa seorang konsumen akan mengalokasikan pendapatannya berupa uang yang terbatas terhadap barang dan jasa yang tersedia untuk memenuhi kebutuhannya sehari-hari. Dalam mengalokasikan pendapatannya tersebut seorang konsumen akan memaksimalkan agar mendapatkan kepuasanya. Sehingga dapat dikatakan seorang konsumen akan mengatur pembeliannya sesuai dengan pendapatan yang dimilikinya dengan memilih berbelanja di pasar tradisional atau di retail modern. Jika seorang konsumen ingin mendapatkan harga yang lebih murah mereka rela berdesak-desakan di dalam pasar tradisional dengan suasana yang kumuh, kotor, dan bau. Lain halnya dengan seorang konsumen yang berpendapatan tinggi menengah ke atas pasti lebih senang belanja ke supermarket atau minimarket dengan pertimbangan tempat yang nyaman, bersih, serta pelayanan prima. Kepuasan mereka ketika suasana berbelanja terasa nyaman harga tidak menjadi permasalahan yang utama. Setelah preferensi konsumen sudah ditetapkan maka akan muncul utilitas (utility).

Menurut Rahardja (2010:78) utilitas (utility) adalah manfaat yang diperoleh karena mengkonsumsi barang dan utilitas merupakan ukuran manfaat suatu barang dibanding dengan alternatif penggunaannya.

Daftar Pustaka

Samuelson, Paul A. 1996. Mikroekonomi. Jakarta: Erlangga.
Salvotere, Dominick. 1993. Teori Mikroekonomi. Jakarta: Erlangga.
Suryani, Desi. 2010. Analisis Dampak Kehadiran Minimarket Terhadap Kinerja Pedagang Pasar Tradisional Peterongan Kabupaten Jombang. Skripsi. Malang. Fakultas Ekonomi:Universitas Brawijaya, Malang.
Sukirno, Sadono. 1985. Ekonomi Pembangunan. Jakarta: Bima Grafika.
Sukirno, Sadono. 2005. Teori Pengantar Mikroekonomi. Jakarta: PT. RajaGrafindo Persada.
Swastha, Basu. 2002. Pengantar Bisnis Modern. Yogyakarta: Liberty Yogyakarta.
Rahardja, Pratama. 2010. Teori Mikroekonomi. Jakarta: LP-FEUI.