BAB II
LANDASAN TEORI
2.1 Pasar
2.1.1 Pengertian Pasar
Pasar adalah tempat bertemunya pembeli dan penjual
untuk melakukan transaksi jual beli barang atau jasa. Menurut ilmu ekonomi,
pasar berkaitan dengan kegiatannya bukan tempatnya. Ciri khas sebuah pasar
adalah adanya kegiatan transaksi atau jual beli. Para konsumen datang ke pasar
untuk berbelanja dengan membawa uang untuk membayar harganya. Stanton,
mengemukakan pengertian pasar yang lebih luas. Pasar dikatakannya merupakan
orang-orang yang mempunyai keinginan untuk puas, uang untuk berbelanja, dan
kemauan untuk membelanjakannya. Jadi, dalam pengertian tersebut terdapat
faktor-faktor yang menunjang terjadinya pasar, yakni: keinginan, daya beli, dan
tingkah laku dalam pembelian.
2.1.2 Perkembangan Pasar Tradisional
Dinamika pasar tradisional akan
selalu menarik, di mana di dalam pasar tradisional terdapat unsur-unsur yang
dapat diperoleh misalnya, perilaku konsumen maupun perilaku pedagang didalam
pasar. Menurut Belshaw (dalam Sadilah dkk, 2011:1) mengatakan bahwa pasar tidak
hanya merupakan lembaga tukar-menukar, tetapi pasar berfungsi sebagai tempat
penyebaran dan penyimpanan barang, serta tempat berpindahnya komoditas dari
satu orang ke orang lain, atau dari satu tempat ke tempat lain, dan dari
peranan satu keperanan lain. Jadi pasar adalah tempat yang mempunyai
unsur-unsur soaial, ekonomis, kebudayaan, politis yang juga dipergunakan sebagai
sarana pembeli dan penjual untuk saling bertemu dan melakukan kegiatan
tukar-menukar.
2.1.3 Perbedaan Antara Pasar Tradisional dan Retail Modern
Perkembangan ekonomi yang terjadi
menyebabkan adanya persaingan yang terjadi antara kegiatan ekonomi yang
bersifat tradisional dengan kegiatan-kegiatan ekonomi yang sudah modern. Kedua
hal ini tidak bisa dipisahkan selalu berjalan berdampingan. Seperti yang
terjadi pada pasar tradisional menghadapi persaingan retail modern. Fenomena
seperti ini dipertegas dengan teori Dualisme yang dicetuskan pertama
kali oleh J.H Boeke dalam bukunya yang berjudul Economics and economic
Policy in Dual Societies, 1953. Menurut Boeke (dalam Sukirno, 2005:162) mengatakan
bahwa di dalam suatu masyarakat mungkin terdapat terdapat dua sistem yang
berbeda. Kedua-duanya wujud berdampingan di mana yang satu tidak dapat
sepenuhnya menguasai yang lainnya.
2.1.4 Persaingan Antara Pasar Tradisional dan Retail Modern
Menurut Samuelson (1996:214) dengan
kondisi yang terjadi di pasar jika banyak perusahaan menjual produk-produk yang
serupa tapi tak sama hal ini termasuk ke dalam struktur pasar yang dikenal
dengan persaingan monopolistik. Persaingan monopolistik menyerupai persaingan
sempurna dalam tiga hal : terdapat banyak penjual dan pembeli, mudah keluar
masuk industri, dan perusahaan-perusahaan menganggap harga perusahaan lain
tetap. Adapun perbedaan antar persaaingan sempurna dengan monopolistik adalah
pada produknya. Jika pada persaingan sempurna produknya identik tetapi pada
monopolistik produknya lebih didiferensiasikan. Diasumsikan jadi produk yang
dijual tidak homogen akan tetapi sengaja dibedakan melalui berbagai macam
program promosi penjualan sehingga meskipun barang yang diperdagangkan sebenarnya
dapat saling menggantikan, konsumen mempunyai preferensi untuk memilih produk dari
pasar tradisional maupun retail modern. Kemudian menurut Salvatore (1993:283) persaingan
monopolistik mengacu pada organisasi pasar di mana terdapat banyak perusahaan
yang menjual komoditi yang hampir serupa tetapi tidak sama. Karena adanya
diferensiasi produk konsumen sendiri yang menentukan pilihan.
Dengan semakin pesatnya pertumbuhan
jumlah retail modern maka persaingan di bidang
perdagangan semakin ketat. Bagi para pedagang yang tidak siap
menghadapi gencaran masuknya
pedagang baru yang lebih menarik dengan menggunakan berbagai
strategi pemasaran yang menarik dan disertai dengan teknologi yang modern
dibarengi dengan manajemen yang lebih baik maka persaingan akan semakin ketat.
Siapa saja yang tidak bisa membaca peluang bisnis yang terjadi maka akan
menjadi ancaman tertindas atau kalah dalam persaingan. West (dalam Suryani, 2010:17)
mengatakan bahwa dengan berlanjutnya pertumbuhan ekonomi dan meningkatnya rata-rata
pendapatan yang dapat dibelanjakan, akan bertambah beasar pula permintaan akan
pasar yang lebih khusus dan spesifik. Sehingga dapat dikatakan bahwa pasar yang
berhasil adalah yang paling dapat menyesuaikan barang dan jasanya dengan
permintaan pasar. Hal ini dipertegas oleh pernyataan Smith (dalam Rahardja,
2010:19) bahwa memandang perekonomian sebagai sebuah sistem seperti halnya
semesta. Sebagai sistem, perekonomian memiliki kemampuan untuk menjaga keseimbangannya.
Dalam sistem ekonomi pasar, aktivitas produsen dan konsumen tidak direncanakan
oleh sebuah lembaga sentral, melainkan secara individual oleh para pelaku
ekonomi. Dan persainganlah yang bertindak sebagai tangan-tangan tidak terlihat
yang mengkoordinasi rencana masing-masing. Sistem persaingan yang terbentuk
dapat membuat produksi serta konsumsi dan alokasi sumber daya alam, sumber daya
manusia, dan modal menjadi efisien.
2.1.5 Strategi Dalam Persaingan Usaha
Dalam sebuah persaingan usaha sangat
diperlukan adanya strategi. Strategi merupakan
modal utama untuk bertahan. Menurut Swastha (2002: 193) bagi
perusahaan kecil maupunperusahaan yang ingin meningkatkan efisiensinya, dapat
mengadakan segmentasi pasar. Mereka dapat memusatkan kegiatan pemasaran pada
segmen-segmen pasar yang dipilih. Jika sasaran pasarnya sudah ditentukan
melalui riset pemasaran, maka perusahaan harus membuat suatu rencana yang baik
untuk memasuki segmen pasar yang dipilih. Keputusan-keputusan dalam pemasaran
dapat dikelompokkan ke dalam empat strategi, yaitu : strategi produk, strategi
harga, dan strategi promosi, strategi distribusi. Kombinasi dari keempat
strategi tersebut akan membentuk marketing mix.
2.1.6 Konsistensi Preferensi Konsumen
Menurut Rahardja (2010:79) konsep
preferensi berkaitan dengan kemampuan konsumen menyususn prioritas pilihan agar
dapat mengambil keputusan. Perilaku konsumen dengan sejumlah permintaan dapat
diasumsikan bahwa seorang konsumen akan mengalokasikan pendapatannya berupa
uang yang terbatas terhadap barang dan jasa yang tersedia untuk memenuhi kebutuhannya
sehari-hari. Dalam mengalokasikan pendapatannya tersebut seorang konsumen akan memaksimalkan
agar mendapatkan kepuasanya. Sehingga dapat dikatakan seorang konsumen akan mengatur
pembeliannya sesuai dengan pendapatan yang dimilikinya dengan memilih
berbelanja di pasar tradisional atau di retail modern. Jika seorang konsumen
ingin mendapatkan harga yang lebih murah mereka rela berdesak-desakan di dalam
pasar tradisional dengan suasana yang kumuh, kotor, dan bau. Lain halnya dengan
seorang konsumen yang berpendapatan tinggi menengah ke atas pasti lebih senang
belanja ke supermarket atau minimarket dengan pertimbangan tempat yang nyaman,
bersih, serta pelayanan prima. Kepuasan mereka ketika suasana berbelanja terasa
nyaman harga tidak menjadi permasalahan yang utama. Setelah preferensi konsumen
sudah ditetapkan maka akan muncul utilitas (utility).
Menurut Rahardja (2010:78) utilitas
(utility) adalah manfaat yang diperoleh karena mengkonsumsi barang dan
utilitas merupakan ukuran manfaat suatu barang dibanding dengan alternatif
penggunaannya.
Daftar Pustaka
Samuelson,
Paul A. 1996. Mikroekonomi. Jakarta: Erlangga.
Salvotere,
Dominick. 1993. Teori Mikroekonomi. Jakarta: Erlangga.
Suryani,
Desi. 2010. Analisis Dampak Kehadiran Minimarket Terhadap Kinerja Pedagang
Pasar Tradisional Peterongan Kabupaten Jombang. Skripsi. Malang. Fakultas
Ekonomi:Universitas Brawijaya, Malang.
Sukirno,
Sadono. 1985. Ekonomi Pembangunan. Jakarta: Bima Grafika.
Sukirno,
Sadono. 2005. Teori Pengantar Mikroekonomi. Jakarta: PT. RajaGrafindo
Persada.
Swastha,
Basu. 2002. Pengantar Bisnis Modern. Yogyakarta: Liberty Yogyakarta.
Rahardja,
Pratama. 2010. Teori Mikroekonomi. Jakarta: LP-FEUI.